Sharing Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Senin, 29 Juli 2013

AKTUALISASI DIRI MENURUT PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN TASAWUF



BAB I
  1. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup tidak lepas dari berbagai kebutuhan, baik itu kebutuhan yang bersifat material maupun kebutuhan yang bersifat spiritual. Untuk pemenuhan kebutuhan inilah yang menjadi stimulus berbagai perilaku manusia, yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya. Manusia akan merasa puas jika suatu kebutuhannya terpenuhi, namun akan merasa kurang dari sisi kebutuhan yang lainnya, sehingga individu akan melengkapi kebutuhan-kebutuhannya tersebut sepanjang hidupnya.
Perkembangan zaman dewasa ini berkembang dengan pesat, mempengaruhi semua sendi-sendi kehidupan. namun seharusnya kemajuan teknologi dapat membuat manusia bahagia, tapi ternyata malah membuat dunia semakin kacau, terjadi peperangan disana-sini dan konflik muncul dan berkembang di mana-mana. Di era modern ini, beragam macam krisis menimpa dan menjadi bagian dalam kehidupan manusia, mulai dari krisis sosial, agama, struktural, kultur, politik bahkan sampai pada krisis spiritual, yang pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa semuanya bermuara pada persoalan makna kehidupan bagi manusia. Dalam hal modernitas, yang di dalamnya terdapat kemajuan teknologi dan perkembangan industralisasi mengakibatkan manusia kehilangan orientasi, visi dan misi dalam hidupnya sendiri. Ketika kekayaan materi yang melimpah daan kian menumpuk, namun pada saat yang sama jiwa memiliki ruang kosong dan hampa. Yang menjadi prioritas bukan lagi ketenangan batin namun pemuasan hasrat pemenuhan materi-materi duniawi, seperti bekerja siang malam, tanpa mengenal waktu demi menggapai materi, mengeruk keuntungan-keuntungan duniawi yang tidak berujung.
Semula banyak orang terpukau dengan modernisasi, mereka menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa kesejahteraan. Mereka lupa bahwa dibalik modernisasi yang serba gemerlap memukau itu ada gejala yang dinamakan the agonymodernation, yaitu azab sengsara karena modernisasi. Gejalanya dapat kita saksikan seperti meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kekerasan, perkosaan, judi, penyalah gunaan obat terlarang, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa dan lain sebagainya.
Dikemukakan oleh para ahli bahwa gejala psikososial diatas disebabkan karena semakin modern suatu masyarakat semakin bertambah intensitas dan eksistensitas dari berbagai disorganisasi dan disintegrasi sosial dimasyarakat itu. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai tulang punggung modernisasi dan industrialisasi, taanpa sadar telah terjadi penyalah gunaan sehingga mengakibatkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup yang dimaksud disini tidak semata-mata lingkungan hidup dalam arti fisik yaitu polusi dan kerusakan alam lainnya, tetapi lingkungan dalam arti tata-nilai kehidupan.
Demikianlah modernisme dipandang gagal memberikan kehidupan yang lebih bermakna kepada manusia, karena itu tidak heran jika kemudian orang kembali kepada agama yang memang berfungsi antara lain untuk memberikan makna dan tujuan hidup. Kebutuhan manusia merupakan hal yang sangat penting untuk dipenuhi khususnya kebutuhan dasar, dalam hal ini saya mengkhususkan pada teori hierarki kebutuhan milik Abraham maslow. Ia membuat hipotesis bahwa setiap manusia mempunyai 5 kebutuhan, kebutuhan itu dipisahkan kedalam urutan-urutan yang salah satunya adalah aktualisasi diri. Pembahasan lengkapnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
Dalam karya ilmiah ini penulis mencoba menguraikan tentang aktualisasi diri menurut prespektif islam khususnya tasawuf dan sebaliknya yaitu dengan melihat dari sudut pandang psikologi yang dalam hal ini mengambil teori dari tokoh psikologi humanistik yaitu Abraham Maslow dan sudut pandang tasawuf.
  1. OUTLINE
  1. Pengertian aktualisasi diri
  2. Pandangan psikologi humanistik mengenai aktualisasi diri
  3. Pandangan islam mengenai aktualisasi diri
  1. TUJUAN
Karya ilmiah yang berjudul Aktualisasi diri menurut perspektif psikologi dan tasawuf ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah tasawuf yang saya pelajari di semester ini. Selain itu agar kita memahami pengertian aktualisasi diri dan pandangan psikologi dan pandangan isam mengenail aktualisasi diri.
  1. METODE
Penulis dalam membuat makalah ini menggunakan metode yang lazim digunakan oleh para mahasiswa, yaitu metode perpustakaan. Kami cukup mengambil dari literatur dan referensi yang berkaitan dengan topik makalah dari penulis. Cara ini selain mempermudah juga bisa menghemat waktu. Selain itu juga kami mengambil beberapa keterangan-keterangan dari para dosen, kyai dan hasil dari diskusi.
BAB II
  1. Pengertian Aktualisasi Diri
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata aktualisasi berasal dari kata dasar aktual yang artinya benar-benar ada atau sesungguhnya sehingga kata aktualisasi artinya membuat sestatu menjadi benar-benar ada, sedangkan kata diri artinya orang atau seseorang. Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktualisasi diri adalah upaya untuk membuat seseorang benar-benar ada atau dengan kata lain keberadaannya diakui.
Dapat dikatakan bahwa aktualisasi diri adalah sebuah keadaan dimana seorang individu telah menjadi dirinya sendiri, ia mengerjakan sesuatu yang disukainya, dan ia mengerjakan dengan gembira, bahagia dan tanpa beban. Aktualisasi diri juga dapat diartikan sebagaimanakita mengembangkan kekuatan diri kita sendiri.
  1. Pandangan Psikologi Humanistik Tentang Aktualisasi Diri
Psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia secara umum dapat dilihat dari segi mental, baik yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan untuk mencapai kaidah kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif perilaku, mengenali dan memastikan (gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam perilaku).
Dalam percakapan sehari hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Dan hal ini cukup beralasan mengingat substansi pembahasannya, yaitu berkisar pada jiwa manusia. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan. Mengingat adanya hubungan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas tasawuf dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hbungan jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan ini dikonsepsikan oleh para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktekkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi. Dimana semua yang dimunculkan melalui jiwanya tersebut baik sikap dan kepribadian seseorang tidak terlepas dari keudua unsur ini yakni tasawuf dan psikologi.
Tokoh terkenal dalam psikologi humanistik salah satunya adalah abraham maslow, ia pernah berpendapat mengenai proses aktualisasi diri. Ia berpendapat bahwa proses aktualisasi diri adalah perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau terpendam.
Teori kebutuhan maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang seorang mampu untuk mencapainya. Aktualisasi diri ditandai denganpenerimaan diri dan orang lain, spontanitas, ketebukaan hubungan dengann orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas, humoris dan mandiri. Maslow menempatkan posisi aktualisasi diri ini pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa pencapaian dari kebutuhan yang paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini diakui oleh maslow, yang mempekirakan bahwa lebih sedikit dari satu persen orang dewasa yang mencapai aktualisasi diri.
Abraham maslow dalam bukunya yang berjudul heirarchy of needs menggunakan istilah aktualisasi diri (self actualization) sebagia kebutuhan dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow nenemukan bahwa, tanpa memandang suku atau asal-usul seseorang, setiap orang mengalami tahapan-tahapan peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam hidupnya.
Berikut ini adalah kebutuhan menurut maslow yang digambarkan dalam sebuah segi tiga :
  1. Kebutuhan fisiologi, meliputi kebutuhan akan pangan, pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan biologis.
  2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan, meliputi kebutuhan akan keselamatan kerja, kemerdekaan dari rasa takut atau tekanan, keamanan dari kejadian atau lingkungan yang mengancan.
  3. Kebutuhan rasa saling memiliki, sosial dan kasih sayang, meliputi kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga, berkelompok, berinteraksi dan kasih sayang.
  4. Kebutuhan akan penghargaan, meliputi kebutuhan akan harga diri,dan penghargaan dari pihak lain
  5. Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi memaksimalkan penggunaan dan potensi diri.
Terlihat bahwa kebutuhan manusiaberdasarkan pada urutan prioritasdimulai dari kebutuhan dasar yang banyak berkaitan dengan unsur biologis, dilanjutkan dengan kebutuhan yang lebih tinggi yang banyak berkaitan dengan unsur kejiwaan, yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri tersebutlah yang dinamakan unsur spiritual.
Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran. Kesadaran untuk mengenali diri, memperbaiki diri, dan keinginan untuk merubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
  1. Pandangan Islam Khususnya Tasawuf Tentang Aktualisasi Diri
Sesunguhnya tasawuf dalam Islam merupakan pengembangan metode mendekatkan diri dengan Allah, oleh karena itu ilmu tasawuf berkembang terus menerus seiring perkembangan itu pula.sejak pertama kali diajarkan ilmu tasawuf dan diamalkan oleh para sufi sejak itu pula masalah-masalah itu timbul atau (controversial) seputar ajaran yang dianutnya.
Sebagai suatu kenyataan manusia ada, karena itu ada eksistensi manusiawi. Oleh karena itulah pembinaan manusia seutuhnya tidak bisa mengenyampingkan faktor agama, sebab bagaimanapun agama merupakan bangunan bawah dari moral suatu bangsa. Agama adalah sumber dari sumber nilai dan norma yang memberikan petunjuk, mengilhami dan mengikat masyarakat yang bermoral yang akan menjadi solidaritas dan karena agamalah satu satunya yang memilki dimensi kedalaman kehidupan manusia.
Tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang mengacu pada moralitas yang bersumber dari nilai islam, dengan pengertian bahwa pada prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh agama islam dari berbagai aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar mempunyai mental utuh dan tangguh, sebab didalam ajarannya yang menjadi sasaran utamanya adalah manusia dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan bagaimana rekayasa agar manusia dapat menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam hubungannya dengan Khaliq pencipta alam semesta.
Dari pengertian Tasawuf yang telah dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa kaum sufi memandang diri mereka sebagai Muslim yang memperhatikan secara sungguh-sungguh seruan Allah untuk menyadari kehadiran-Nya, baik di dunia (alam) ini maupun di dalam diri mereka. Mereka cenderung menekankan hal-hal yang batiniah di atas yang lahiriah, kontemplasi di atas tindakan, perkembangan spiritual di atas aturan hukum, dan pembinaan jiwa di atas interaksi sosial. Pada tingkat teologis, sufi berbicara masalah “ampunan, keanggunan, dan keindahan” Tuhan jauh melebihi perbincangan mereka mengenai “kemurkaan, kekerasan, dan kemegahan-Nya” yang memainkan peran penting dalam fiqh (hukum Islam) maupun kalam (teologi dogmatis). Tasawuf tidak saja dikaitkan dengan institusi-institusi dan individu-individu tertentu, tetapi juga dengan kepustakaan yang berlimpah dan kaya, terutama syair.
Dari segi kesejarahan, pemikiran tentang Tasawuf dapat dikelompokkan pada dua tingkat. Tingkat pertama, Tasawuf merupakan sesuatu yang tidak tampak, yang memberi semangat pada kehidupan komunitas Muslim. Pada tingkat kedua, kehadiran Tasawuf dikenal melalui karakteritik-karakteristik teramati tertentu yang melekat pada rakyat dan masyarakat maupun bentuk-bentuk kelembagaan yang spesifik. Para penulis sufi yang mengkaji Tasawuf pada tingkat kedua bermaksud menggambarkan bagaimana figur-figur Muslim besar mencapai tujuan kehidupan manusia, yakni kedekatan kepada Tuhan. Nama-nama sufi besar antara lain Ibn ‘Arabi, Jalaluddin ar-Ruumi, Rabi’ah al-Adawiyyah, al-Ghazali setelah merasa jenuh dengan Filsafat, dan lain-lain mengemukakan kajian tentang kedekatan dengan Allah melalui berbagai maqaam (stasiun).
Abdul Karim al-Qusyairi, tokoh tasawuf Sunni mengemukakan tiga media dalam diri manusia yang dapat digunakan untuk ma’rifah Allah yaitu qalb (hati/kalbu), ruh (roh), dan sirr. Qalb untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai Tuhan, dan sirr untuk mengenal Tuhan. Sirr inilah yang dapat menerima pancaran cahaya ilahi, ketika ia telah disucikan dari berbagai kotoran. Al-Ghazali m3nggambarkannya sebagai daya yag paling peka dalam diri manusia.(Asep Usman Ismail dlm Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, 2002:307-315)
Di samping maqamat terdapat pula ahwal (keadaan) di mana maqam lebih merupakan tempat atau martabat seorang hamba di depan Allah pada saat ia berdiri di hadapan-Nya. Maqam diperoleh dengan latihan (riyadhah) dalam hidup keseharian, sementara ahwal adalah kurnia Allah yang datang secara tiba-tiba. Maqamat merupakan proses pembelajaran untuk smpai kepada tujuan ideal tasawuf. Secara garis besar proses pembelajaran tersebut memiliki tiga tahap. Pertama, takhalli yakni mengosongkan diri dari sifat-sifat keduniawian yang tercela. Kedua, tahalli yaitu mengisi dan menghiasi diri serta membiasakan diri dengan sifat, sikap, dan perbuatan yang baik. Ketiga, tajalli adalah lenyapnya sifat-sifat kemanusiaan yang rendah dan digantikan dengan sifat-sifat ketuhanan.
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Maslow memperkenalkan dengan istilah transpersonal yang diidentikkannya dengan realisasi akan kebutuhan transendensi diri. Dan sebenarnya di antara kebutuhan akan aktualisasi diri, sebenarnya terdapat meta-kebutuhan (meta-needs) yang diistilahkan sebagai kebutuhan akan kebermaknaan, kebutuhan luhur nilai-nilai insaniah (being valued), seperti kebutuhan memiliki kesempurnaan, keindahan, keunikan,kebenaran atau kebahagiaan. Masih berkaitan dengan pemenuhan jenjang kebutuhan, Maslow bertutur:”…As you move up trough the hierarchy, the needs are also more distinctly human and less animalistic”. Pribadi yang ter-aktualisasi oleh Maslow dilukiskan: “Pribadi yang teraktualisasi sebagai seseorang yang menggunakan dan memanfaatkan secara penuh bakat, kapasitas, dan potensi”.
Orang-orang yang dapat mengaktualisasikan dirinya itu merasa sukses dan mencapai kepuasan. Mereka dapat meraih kebahagiaan yang hakiki dibandingkan orang yang tidak mengalami aktualisasi diri. Pada umumnya Orang-orang yang dapat meng-aktualisasikan diri nya bercirikan jujur, menjadi dirinya sendiri, tepat dalam mengekspresikan pikiran dan emosi-emosinya, melihat hidup dengan jernih, berusaha mencari dan menghadapi emosi dari pada menghindari, dan memiliki kemampuan jauh diatas rata-rata.
Rendah hati, kreatif dan ekspresif, memiliki kadar konflik yang rendah baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, membaktikan hidupnya pada pekerjaan-pekerjaan dan kewajiban-kewajiban dengan penuh kegembiraan. Bahkan ia mampu melihat realitas tersembunyi, lebih sedikit memiliki kecemasan atau ketakutan dan pesimisme, berani membuat kesalahan, mampu menyesuaikan diri dalam perubahan, dan mengalami “peak experience”, yakni, “Something that tends to take you outside your self, you are not thinking about your self but rather are experiencing whatever you’re experiencing as fully as possible”.
Bukankah setiap orang memiliki potensi untuk mencapai aktualisasi diri ? Ya. Benar, sebab hal ini merupakan kebutuhanintrinsic manusia, namun umumnya orang sulit mencapai tingkat aktualisasi diri, bahkan kebutuhan akan berprestasi sekali pun tidak. Sebagian orang sulit menyadari akan kebutuhan hakikat dirinya. Padahal manusia memiliki kapasitas untuk tumbuh.
Sayangnya, hasil penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil persentasi orang yang mampu mendekati realisasi penuh atas kemampuan-kemampuan mereka. Kenapa orang sulit mencapai tingkat aktualisasi diri ? Untuk konteks kekinian dan kedisinian, penyebab utamanya adalah mindsite materialisme yang sudah membanjiri kepala banyak orang.
Padahal dalam proses pengembangan pribadi, aktualisasi diri dilakukan tanpa melibatkan kepentingan pribadi yang sifatnya “untung-rugi”, tetapi dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan ketulusan. Tujuan aktualisasi dalam proses pengembangan pribadi semata-mata untuk mencapai kebutuhan being values, antara lain, untuk meraih kebahagiaan, penuh makna, dan kesempurnaan.
Aktualisasi diri juga diarahkan untuk melakukan perbaikan dalam sikap dan perilaku dengan cara membaktikan hidupnya pada pekerjaan dan kewajiban yang didasarkan pada panggilan hati nurani (innervoice) dengan sikap bersungguh-sungguh. Jika ia seorang guru, pasti ia menjadi guru yang baik, bukan sembarang guru. Jika ia seorang mahasiswa, pasti ia menjadi mahasiswa yang baik, bukan sembarang mahasiswa. Jika ia seorang karyawan, pasti ia menjadi karyawan yang baik, bukan sembarang karyawan, dan seterusnya dan sebagainya. Nah, ini menuntut kerja keras, disiplin, latihan dan tidak jarang perlu menunda kenikmatan.
Mereka benar-benar mandiri dan sungguh-sungguh dalam menentukan apa yang menjadi kehendaknya. Perbuatan-perbuatan mereka benar-benar berdasarkan hati nurani, bukan karena orang lain, atau prestise. Sikap seperti ini dalam proses pengembangan pribadi akan membawa individu pada aktualisasi diri yang salah satu cirinya mengalami pengalaman puncak atau “peak experience”.Begitulah kenyataannya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Hasyim. Dialog Antara Tasawuf Dan Psikologi . Yogyakarta. Pustaka Pelajar Ofset. 2002.
Rasihi Anwar, Mukhtar Solihin. Ilmu tasawuf. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2004.
Goble, Frank G. terj. A. Supratiknya, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Sahilun A. Nasir, Prinsip-prinsip Tashawuf Islam, CV. Nur Cahaya, Yogyakarta, 1983.
Misiak Henryk dan Virginia Staudt Sexton, Psikologi Fenomenologi, Eksistensial dan Humanistik, Bandung: Refika Aditama, 2005.
sumber :http://rokokdankorek.blogspot.com/2012/12/ktualisasi-diri-menurut-prespektif.html
Share:

Definition List

Unordered List

Support