Asalamualaikaum sobat guru...
sudah lama ga posting di blog karena karena kesibuan mngkin kurang lebih sudah 6 tahun kli ini saya akan pos PTK sebaga bahan refrensi untuk sobat guru daam usul pangkat
JUDUL
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MELALUI MODEL MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VI SDN PANAAN KECAMATAN BINTANG ARA KABUPATEN TABALONG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU
SISDIKNAS No. 20 tahun 2003)
Sehubungan dengan pendidikan yang
berkualitas, sangat erat hubungannya dengan kompetensi guru. Menurut Suharsimi (Sudrajat,
2009) menyebutkan bahwa konsep kompetensi tidak hanya sekedar perbuatan yang
tampak dan dapat dilihat, akan tetapi kompetensi juga berkaitan dengan
potensi-potensi untuk melakukan tindakan. Guru yang memiliki pengetahuan yang
banyak cenderung akan menampilkan tindakan yang berbeda dengan guru yang memiliki
pengetahuan yang kurang .
Dalam diri guru terdapat sejumlah kemampuan, pengetahuan,
dan komitmen yang dibutuhkan oleh sistem pembelajaran, baik desainnya,
implementasinya, maupun sistem evaluasinya. Hal ini menunjukkan bahwa guru
profesional memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pembelajaran yang
pada akhirnya akan mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efesien.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi paradigma
pembelajaran di sekolah banyak mengalami perubahan, terutama dalam pelaksanaan
proses pembelajaran dari yang bersifat behavioristik menjadi konstruktivistik,
dari berpusat pada guru (teaching
centered) menuju berpusat pada siswa (student
centered).
Konstruktivisme mengajarkan bahwa belajar adalah membangun pemahaman
atau pengetahuan (constructing
understanding or knowledge), yang dilakukan dengan cara mencocokkan
fenomena, ide atau aktivitas yang baru dengan pengetahuan yang telah ada dan
sudah pernah dipelajari. Konsekuensi dari konsep belajar seperti itu adalah
siswa dengan sungguh-sungguh membangun konsep pribadi (mind concept) dalam sudut pandang belajar bermakna dan bukan
sekedar hafalan atau tiruan.
Oleh karena itu, peranan guru tidak semata-mata hanya memberikan ceramah
yang sifatnya teksbook (book oriented)
kepada siswa, melainkan guru harus mampu merangsang/memotivasi siswa agar mampu
membangun pengetahuan dalam pikirannya. Cara yang dapat dilakukan oleh guru
adalah dengan membangun jaring-jaring komunikasi dan interaksi belajar yang
bermakna melalui pemberian informasi yang sangat bermakna dan relevan dengan
kebutuhan siswa. Upaya guru tersebut dilakukan dengan cara memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa
untuk belajar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri. Implementasinya
adalah setiap manusia memiliki gaya belajar yang unik, dan setiap manusia
memiliki kekuatan sendiri dalam belajar. Dengan demikian peranan guru hanya
terbatas pada pemberian rangsangan kepada siswa agar ia dapat mencapai tingkat
tertinggi, namun harus diupayakan siswa sendiri yang mencapai tingkatan
tertinggi itu dengan cara dan gayanya (ktiptk,2009: online).
Terdapat anggapan umum bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan
mata pelajaran yang mudah sehingga tidak perlu dirisaukan kesanggupan siswa
untuk menguasainya. Namun kenyataan tidak semua siswa menunjukkan hasil belajar
yang memuaskan, dan belum mampu menunjukkan sikap kerjasama dalam pergaulan
sehari-hari serta berbagai sikap positif seorang warga negara, seperti tolong
menolong, taat beribadah, dan lain-lain.
Hal ini sangat jauh dari tujuan pembelajaran PKn yakni: berpikir secara
kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak cerdas dalam
kegiatan kemasyararakatan, berbangsa dan bernegara; berkembang secara positif
dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya;
berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pecaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Tim
Penyusun, 2005:34).
Gambaran tersebut menujukkan adanya kesenjangan antara kondisi aktual
yang dihadapi di kelas dengan kondisi optimal yang diharapkan. Kesenjangan
tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, dari sudut
pandang siswa: rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi PKn yang
bersifat teoritis, kurangnya kemampuan siswa merumuskan contoh-contoh
implementasi konsep PKn dalam kehidupan, kurangnya persiapan/motivasi belajar
siswa sehingga hasil belajar rendah. Sedangkan dari sudut pandang guru, belum
optimalnya usaha yang dilakukan guru untuk membantu kesulitan belajar siswa,
kurang kondusifnya metode mengajar yang digunakan guru untuk memotivasi belajar
siswa di kelas(ktiptk,2009: online).
Jika permasalahan tersebut di atas tidak segera dipecahkan akan
memberikan dampak negatif terhadap kelancaran proses pembelajaran di kelas,
antara lain: kesulitan dalam menghidupkan suasana kelas, karena kurangnya
keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, kurangnya motivasi siswa dalam
belajar PKn, dan prestasi belajar siswa mata pelajaran PKn kurang memuaskan.
Hal tersebut yang terjadi pada siswa kelas V SDN Sungai Miai 10 dimana
ketuntasan hasil belajar siswa pada materi peraturan perundang-undangan yang
hanya mencapai 48,57% atau sekitar 51,43% yang masih belum tuntas.
Oleh karena itu, perlu strategi baru untuk melibatkan proses
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penyampaian pembelajaran tidak
sekedar ceramah seperti yang selama ini dilakukan dalam pembelajaran. Guru harus
merubah proses pembelajaran yang berpusat dari guru menjadi pembelajaran yang
berpusat pada siswa, untuk mendukung pencapaian tujuan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match merupakan salah satu alternatif yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Apalagi untuk materi peraturan perundang-undangan yang
merupakan materi konsep sehingga perlu daya ingat yang tinggi.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan
kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatf siswa dilatih dan
dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur
dari hidup bermasyarakat, belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing (Suyatno, 2009:51).
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan langkah
yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tipe Make A Match, model Make
A Match merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa.
Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan
kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin.
Melihat kondisi
tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang model Make A Macth, untuk membantu siswa mengatasi kesulitannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada materi kajian tentang jenis kebudayaan indonesia dan kebudayaan yang ditampilkan
diluar negeri pada Kelas V semester I, dengan judul : “Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Tentang Peraturan Perundang-Undangan Melalui Model MAKE A MACTH, Siswa Kelas V SDN Sungai
Miai 10 Banjarmasin”
B.
Rumusan Masalah dan Rencana Pemecahan Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini yaitu:
a.
Bagaimanakah
aktifitas guru mengajar pada materi peraturan
perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan koperatif tipe Make A
Match di SDN Sungai Miai 10 Banjarmasin?
b.
Bagaimanakah
aktifitas siswa kelas V dalam
mempelajari materi peraturan perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan koperatif tipe Make A Match di SDN Sungai Miai 10
Banjarmasin?
c. Apakah dengan menggunakan Pendekatan koperatif tipe Make A Match pada materi peraturan perundang-undangan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Sungai Miai
10 Banjarmasin?”
2.
Rencana
Pemecahan Masalah
Banyak cara yang dapat dilakukan
agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang kurang aktif dalam mata
pelajaran PKN dan memudahkan siswa dalam materi yang sifatnya berupa hafalan
seperti pada materi tentang jenis budaya indonesia yang pernah ditampilkan
dalam misi internasional yang didalamnya membahas tentang jenis budaya
indonesia dan misi kebudayaan internasional salah satunya pengajaran dengan
menggunakan Model Pembelajaran Make A
Macth.
Sesuai dengan beberapa teori
belajar dan pernyataan diatas model pembelajaran Make A Match sesuai dengan tingkat perkembangan anak yaitu pada
masa kelas tinggi anak senang bermain dan membentuk kelompok, pada model
pembelajaran Make A Match ini anak
dikondisikan pembelajaran aktif dan sambil bermain serta berkerjasama dengan
teman sebayanya.
Upaya memecahkan masalah dalam penelitian
tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus dengan empat kali pertemuan.
Tahap perencanaan yang akan dilakukan adalah:
a.
Menyusun skenario pembelajaran berdasarkan kurikulum
pembelajaran PKn dengan materi/pokok bahasan Jenis Kebudayaan Indonesia.
b.
Menyiapkan alat bantu pembelajaran yang digunakan berupa
media dan alat-alat yang digunakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan materi
yang di pelajari.
c.
Menyusun lembar observasi untuk siswa dan guru
d.
Membuat lembar pengamatan kegiatan berdasarkan
komponen-komponen pendekatan koperatif.
e.
Menyusun alat tes yang dapat mengetahui hasil belajar
siswa.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam Model
Pembelajaran Make A Mach yang akan
dilaksanakan yaitu :
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi
beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban.
b.
Guru membagi
siswa menjadi 3 kelompok dan mengkondisikan siswa kedalam susunan seperti hurup
U, kelompok pertama berhadapan dengan kelompok kedua dan kelompok ketiga
sebagai tim penilai.
c.
Setiap siswa
mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
d.
Tiap siswa
memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
e.
Setiap siswa
mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya dalam kelompoknya
masing-masing.
f.
Setiap siswa
yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
g.
Jika siswa
tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan
kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati
bersama.
h.
Setelah satu
babak, kartu dikocok lagi dan kelompok di roling atau bergantian, agar tiap
siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
i.
Guru
bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui :
1.
Aktifitas
guru mengajar pada materi peraturan
perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan koperatif tipe Make A
Match di SDN Sungai Miai 10 Banjarmasin.
2.
Aktifitas
siswa kelas V dalam mempelajari materi peraturan perundang-undangan
dengan menggunakan pendekatan koperatif
tipe Make A Match di SDN Sungai Miai
10 Banjarmasin.
3.
Hasil
belajar siswa kelas V dalam mempelajari
materi peraturan perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan koperatif tipe Make A Match di SDN Sungai Miai 10
Banjarmasin.
D.
Manfaat /Kegunaan Penelitian
1.
Bagi
Siswa
Siswa akan mempunyai pengalaman
belajar yang lebih baik bermakna sehingga dapat memudahkan pemahaman dan
penugasan bukan hanya pada materi pelajaran akan tetapi juga mampu meningkatkan
prestasi belajar dan perubahan tingkah laku.
2.
Bagi
Guru
Sebagai bahan informasi ilmiah tentang
metode pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, di
samping itu juga dapat meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam mengembangkan
pendekatan, media dan metode pembelajaran yang lebih efektif dalam upaya
memperbaiki proses pembelajaran PKn kearah yang lebih baik.
3.
Bagi
Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini akan memberikan
sumbangan yang signifikan bagi inovasi sekolah dalam rangka menigkatkan mutu pembelajaran.
4.
Sebagai
bahan masukan untuk penelitian berikutnya.
untuk jelasnya dapat di akses link berikut ini
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1.
Hakikat
belajar dan mengajar
a.
Pengertian
Belajar
Secara harfiah menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (Sanjaya, 2009 : 56) Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu.
Belajar adalah
kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 2002 : 295).
Moh. Surya (Sudrajat, 2008 : 216) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Hilgard dan Bower (Fathurrohman dan Sutikno,
2007: 5) mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya
yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak
dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan keadaan-keadaan
sesaat seorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
Skinner (Fathurrohman dan Sutikno, 2007: 5),
mengartikan belajar sebagai proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif.
McGeoch (Masbow, 2007 : ) memberikan
definisi belajar “learning is a change in
performance as a result of practice. Ini berarti bahwa belajar membawa
perubahan dalam performance, yang disebabkan oleh proses latihan
Kimble (Masbow, 2007 : 123) memberikan
definisi belajar “Learning is a relative
permanent change in behavioral potentiality occur as a result of reinforced
practice”. Dalam definisi tersebut terlihat adanya sesuatu hal baru yaitu
perubahan yang bersifat permanen, yang disebabkan oleh reinforcement practice
Horgen (Masbow, 2007 : 270) memberikan definisi mengenai belajar “learning can be defined as any relatively,
permanent change in behavior which occurs as a result of practice or experience”
suatu hal yang muncul dalam definisi ini adalah bahwa perilaku sebagai akibat
belajar itu disebabkan karena latihan atau pengalaman.
Thursan Hakim
(Fathurrohman dan Sutikno, 2007: 6), mengartikan belajar adalah suatu proses
perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.
Robert M.
Gagne (Djamarah, 2009 : 215) mengemukakan
bahwa: Learning is change in human
disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not
simply ascribable to process a groeth”. Belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan
hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa
belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya
saling berinteraksi.
Sedangkan menurut (Karmawati, 2009 : 134) mengemukakan
pendapatnya tentang belajar, sebagai berikut: belajar dalam arti yang luas
adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan,
penggunaan, dan penilaian mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi, atau lebih luas lagi
dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.
Beberapa
pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku yang bersifat positif dalam diri seseorang. Perubahan
tingkah laku yang bersifat permanen yang didapat dari latihan atau pengalaman.
Perubahan tingkah laku yang diakibatkan oleh belajar dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk, misalnya bertambahnya pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan
perubahan sikap.
b.
Ciri-ciri
kegiatan belajar
Moh Surya (Karmawati, 2009 : 215) mengemukakan
ciri-ciri dari perubahan perilaku, yaitu :
1) Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha
sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan
menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya
semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum
dia mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar
tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha
mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar
Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
1) Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan
yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar bagi pengembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya, seorang mahasiswa
telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”. Ketika dia mengikuti
perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan, sikap dan
keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat
dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”. (Karmawati,
2009 : 215)
2)
Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk
kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang. Contoh : seorang mahasiswa
belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya
dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan
mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan
perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru. Moh Surya (Karmawati,
2009 : 58)
3)
Perubahan yang bersifat positif.
Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif
dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar
tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam dalam Proses Belajar
Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual atau
perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun setelah mengikuti
pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan untuk
menerapkan prinsip-prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru. (Djamarah, 2008 :
13).
4) Perubahan yang bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang
bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin
memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa
tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi
pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
5) Perubahan yang bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses
belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat dalam dirinya.
Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka penguasaan
keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam
diri mahasiswa tersebut.
6) Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada
tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa belajar psikologi pendidikan,
tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek mungkin dia ingin memperoleh
pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi pendidikan yang
diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh nilai A. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif dengan memiliki kompetensi yang
memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai aktivitas dilakukan dan
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. (Novita, K . 2005).
7)
Perubahan perilaku secara keseluruhan.
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar
memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam
sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori
Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori
Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai
“Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam
menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
c.
Prinsip-prinsip belajar
Prinsip-prinsip
dalam belajar ( Sardiman, 2007: 13) yaitu: Belajar pada hakikatnya menyangkut
potensi manusia dan kekuatannya
1)
Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan
diri pada siswa
2)
Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan
motivasi terutama motivasi dari dalam / dasar kebutuhan / kesadaran
3)
Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan
(dengan kemungkinan berbuat keliru) dan
conditioning atau pembiasaan
4)
Kemampuan belajar
seorang siswa harus diperhitungkan dalam kerangka menentukan isi pelajaran
5)
Belajar dapat melakukan tiga cara yaitu :
a.
Diajar secara langsung
b.
Penghayatan, pengalaman secara langsung
c.
Peniruan.
6)
Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung
akan lebih efektif mampu membina siswa, keterampilan, cara berfikir kritis dan
lain-lain bila dibandingkan dengan hafalan saja.
7)
Perkembangan hafalan anak didik akan banyak mempengaruhi
kemampuan belajar yang bersangkutan
8)
Bahan pelajaran yang bermakna / berarti lebih mudah dan
menarik untuk dipelajari dari pada bahan yang kurang bermakna.
d.
Pengertian Mengajar
Mengajar
merupakan suatu proses yang komplek.
Tidak hanya sekedar dengan menyampaikan informasi dari guru kepada siswa
(Fathurrohman dan Sutikno, 2007 : 7) merumuskan pengertian belajar sebagai
suatu upaya untuk memahami dan membimbing siswa baik secara perorangan maupun
secara kelompok dalam upaya memperoleh bentuk-bentuk pengalaman belajar tertentu
yang berguna bagi kehidupannya.
Mengajar
(Sardiman,2007: 48) adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Guru
menyampaikan pengetahuan agar anak didik mengetahuai tentang pengetahuan yang
disampaikan oleh guru.
Mengajar (Rastodio,
2009 : 34 ) merupakan suatu perbuatan yang
memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan
pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
tugasnya.
Zamroni (Rastodio, 2009 : 67) mengatakan “guru adalah kreator proses
belajar mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi
siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide
dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi
pengajaran dalam konteks belajar mengajar
diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa
dalam belajar.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada
hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar
adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan
proses belajar (Djamarah dan Zain, 2006: 39)
Gambaran aktivitas itu
tercermin dari adanya usaha yang dilakukan
guru dalam kegiatan proses belajar mengajar yang memungkinkan siswa aktif
belajar. Oleh karena itu mengajar tidak hanya sekedar menyampaikan informasi
yang sudah jadi dengan menuntut jawaban verbal Dalam konteks ini guru tidak
hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga bertindak sebagai director
and facilitator of learning.
Biggs (Rastodio,
2009 : 67) seorang pakar psikologi membagi konsep
mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu:
1) Pengertian Kuantitatif. Mengajar
diartikan sebagai the transmission of
knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu
menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan
sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab
pengajar.
2) Pengertian institusional.
Mengajar berarti the
efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan
mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap
mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai
macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.
3) Pengertian kualitatif. Mengajar
diartikan sebagai the facilitation of
learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari
makna dan pemahamannya sendiri.
Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para
pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks
yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga
terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah
1) mengatur kegiatan belajar siswa,
2) memanfaatkan lingkungan, baik
ada di kelas maupun yang ada di luar
3) memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa.
e.
Hasil belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne (Suprijono,2011:5-6) hasil belajar
dapat berbentuk :
1)
Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi,
dan sebagainya.
2)
Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi
dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan
dalam membedakan (discrimination),
memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Keterampilan ini
sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
3)
Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif
yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi
aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitik beratkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses
pemikiran.
4)
Sikap;
yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri
individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu
obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang
menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
5)
Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol
oleh otot dan fisik.
Sementara itu,
Moh. Surya (Sudrajat, 2009) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
1) Kebiasaan; seperti: peserta didik belajar
bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur
yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik
dan benar.
2) Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga
yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan
koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
3) Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan,
dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif
sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
4) Berfikir
asosiatif; yakni
berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan
daya ingat.
5) Berfikir rasional dan kritis
yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how)
dan “mengapa” (why).
6) Sikap yakni kecenderungan yang relatif
menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang
tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
7) Inhibisi (menghindari hal yang mubazir).
8) Apresiasi (menghargai karya-karya
bermutu.
9) Perilaku
afektif yakni
perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa,
senang, benci, was-was dan sebagainya.
Tugas seorang
guru selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan
penilaian hasil belajar sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang
efektif dan efisien.
Adapun tujuan penilaian hasil
belajar menurut Depdiknas (2007:5)
yaitu: 1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, 2) memperbaiki
proses pembelajaran, 3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajaun belajar siswa.
Sedangkan
fungsi hasil belajar (Depdiknas, 2007: 5) adalah: sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan proses belajar
mengajar, meningkatkan motivasi belajar siswa dan evaluasi diri terhadap
kinerja siswa.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa hasil
belajar tidak dapat dipisahkan dari hakikat belajar mengajar, karena dari hasil
belajar inilah kita dapat mengetahui keberhasilan dari proses belajar mengajar
yang dilakukan.
2. Karakteristik
Belajar Anak Usia SD
Menurut Nursidik Kurniawan (Nhowitzher, 2009) ada 4
macam karakteristik anak SD yaitu anak senang bermain, senang bergerak, Anak
senang bekerja kelompok, dan anak senang
memperagakan secara langsung.
Karakteristik
pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. Guru SD seyogyanya
merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di
dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi
santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang seling antara mata
pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung
unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan
(SBK).
Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk
berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30
menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk
jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja
dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar
aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi
aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada
diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing
dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajari olah raga dan membawa implikasi
bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk
bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam
kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan
anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara
kelompok.
Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori
perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa
yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan
konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep
tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral,
dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan
lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi
contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran.
3. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
a.
Definisi
Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam kurikulum Pendidikan Dasar 1994,
terdapat mata pelajaran “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”, yang di
singkat dengan PPkn. Istilah “Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan”, pada saat itu secara hukum
tertera dalam Undang-Undang No 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak
di Undangkannya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 secara hukum istilah tersebut
sudah berubah menjadi “Pendidikan Kewarganegaraan”. Oleh karena itu nama mata
pelajaran tersebut di SD berubah menjadi Mata Pelajaran Pendidikan
Kewaganegaraan.
Berikut beberapa definisi Pendidikan Kewarganegaraan menurut para ahli:
1) Azyumardi Azra: “Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan
membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of
law, HAM, hak dan kewajiban warganegara serta proses demokrasi.”
2) Zamroni: “Pendidikan
kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis.”
3) Merphin Panjaitan:
“Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mendidik
4) generasi muda menjadi
warganegara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang
dialogial.”
5) Soedijarto: “Pendidikan
kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut
serta membangun sistem politik yang demokratis.”
6) Tim ICCE UIN Jakarta: “Pendidikan
kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
di mana seseorang mempealajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga
yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political
efficacy dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan
politik secara rasional.”
7) Civitas
Internasional: “Civic Education adalah pendidikan yang mencakup pemahaman
dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentang
rule of law, HAM, penguatan ketrampilan partisipatif yang demokratis,
pengembangan budaya demokratis dan perdamaian.”
8) Dari Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara
khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara.
Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya
(http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/04/definisi-pendidikan-kewarganegaraan-pkn.html).
Menurut KTSP (2006), Mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan digunakan sebagai
wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia. Nilai luhur dan moral tersebut diharapkan dapat
diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai
individu maupun sebgai anggota masyarakat serta sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Jadi Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang
pemerintahan bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis serta mendidik dan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan
moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia.
b.
Tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seuai dengan Undang-Undang
1945.
Berdasarkan KTSP (2006) Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1)
Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan di negaranya.
2)
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti
korupsi.
3)
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4)
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Kesimpulannya bahwa pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan yaitu
Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif, aktif dan bertanggung jawab,
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter dan dapat menjalin interaksi dengan Negara lain.
4.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif
merupakan ” bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat
sampai enam orang dengan stuktur kelompok yang bersifat heterogen” (Rusman, 2011 : 202).
Pembelajaran kooperatif adalah
” pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang
saling asuh antarsiswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan”
(Kunandar,2010:359)
Menurut
Kunandar(2010:359),terdapat 4 unsur pembelajaran kooperatif yaitu :
1.
Saling ketergantungan positif
Guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling saling membutuhkan antarsesama.
2.
Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut
para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat
melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
3.
Akuntabilitas individu
Meskipun pembelajaran
kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok, tetapi penilaian dalam
rangka mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran
dilakukan secara individu.
4.
Keterampilan menjalin hubungan
antar pribadi
Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan
keterampilan menjalin hubungan antarpribadi.
Model pembelajaran kooperatif
merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta
dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Slavin dinyatakan bahwa :
1.
Penggunaan pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat
meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi dan menghargai
pendapat orang lain
2.
Pembelajaran kooperatif dapat
memenuhi kebutuhan siswa dalam berfikir kritis, memecahkan masalah dan
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut,
strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran. (Rusman, 2011 : 206).
Terdapat enam langkah utama
atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif,
pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi
siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi. Selanjutnya,
siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru
pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase
terakhir pembelajaran kooperatif meleputi presentasi hasil akhir kerja
kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi
penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. ( Rusman, 2011 : 211
).
Kesimpulan dari penjelasan
diatas adalah pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan stuktur kelompok yang
bersifat heterogen dan mengembangkan interaksi yang saling asuh antarsiswa
untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan. Terdapat beberapa 4 unsur pembelajaran kooperatif yaitu Saling
ketergantungan positif, Interaksi tatap muka, Akuntabilitas individu dan
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.serta Terdapat enam langkah utama
atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif,
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa dikelompokan
kedalam tim-tim belajar, presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi.
4.
Model Pembelajaran Make A Match
Model Pembelajaran Make A Match
ini merupakan salah satu jenis dari metode dalam kooperatif. Metode ini
dikembangkan oleh Lorna Curran ( 1994 ). Salah satu keunggulan teknik ini
adalah siswa mencari pasngan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalam suasana menyenangkan. ( Rusman , 2011 : 223 )
Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikut sertakan
peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Pembagian kelompok dalam Make A Match ada tiga kelompok. Make
A Match dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran dan pada semua
tingkat pendidikan mulai dari SD sampai
SMA.
Persiapan awal yang harus dilakukan dalam model pembelajaran ini guru harus memberitahukan apa saja yang
harus dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian siswa mempunyai
modal mempunyai modal awal dalam pembelajaran. Dengan modal awal materi
pelajaran maka proses diskusi dalam pembelajaran Make A Match dapat
berlangsung dengan baik.
(
http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
Model ini didahului dengan guru
mempersiapkan kartu kemudian dibagikan kepada siswa
dan siswa mencari jawaban dan pertanyaan yang ada pada kartu yang mereka pegang
(Mahing, 2005 : 15).
a.
Pengertian
Model Pembelajaran Make A Match
Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match
didefinisikan sebagai suatu teknik pembelajaran berkelompok yang pada prosesnya
mengandung unsur kegembiraan pada saat siswa diharuskan untuk mencari pasangan
sambil belajar dan dan memahami suatu konsep atau topik dalam metode
pembelajaran kooperatif (http://www.scribd.com/doc /48009642/referensi ).
Hal –hal yang
perlu dipersiapkan jika pembelajaran di kembangkan dengan Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu kartu tersebut terdiri dari
kartu pertnyaan-pertanyaan dan kartu-kartu jawaban-jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut (Suprijono. 2011 : 94 ).
Menurut
penjelasan diatas dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif Make A Match adalah teknik pembelajaran
berkelompok yang pada prosesnya mengandung unsur kegembiraan dan menggunakan
media kartu sebagai media pembelajarannya.
b.
Fungsi Model
Pembelajaran Make A Match
Model Make A Match merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan metode ini dimulai
dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya
diberi poin.
( http://www.scribd.com/doc/8846497/Pembelajaran-Kooperatif-Make-a-Match )
Fungsi
pembelajaran Make A Match ini adalah
agar membuat suasana kelas menjadi gembira dan anak tidak menyadari kalau
mereka berada dalam proses pembelajaran, model pembelajaran Make A Match ini juga berfungsi untuk
materi yang sifatnya hapalan.
c.
Sintaks
Pembelajaran Koperatif tipe Make A Match
1)
Guru
Menyiapkan Kartu jawaban dan soal
Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. (
Suyatno, 2009 : 121 )
Kartu-kartu
ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga kartu menarik perhatian siswa.
Kita dapat menggunakan gambar kartun, atau gambar dari majalah, internet atau
sumber lain untuk sebagai materi.
Guru dapat
juga menyiapan tulisan-tulisan dalam kartu yang dirancang sedemikian rupa
sehingga mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh siswa. Tentukan bahasa yang
digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Secara standar gunakan
bahasa Indonesia yang baik yang benar.
(http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
2) Guru membagi
komunitas kelas menjadi 3 kelompok
Kelompok pertama merupakan
kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua
adalah kelompok pembawa kartu berisi jawaban-jawaban. Kelompok ketiga adalah
kelompok penilai. Posisi kelompok diatur berbentuk huruf U, kelompok pertama
dan kelompok kedua berjajar saling berhadapan ( Suprijono, 2011 : 94 ).
3) Setiap Siswa mendapat Satu Kartu
Setiap peserta
didik mendapat satu kartu
Sebelum kartu dibagikan kita harus mengelompok siswa dalam tiga kelompok yaitu
yang memegang kartu permasalahan atau materi, memegang kartu jawaban dan
kelompok penilai. Semua kelompok diroling saling bergiliran. Kelompok penilai
bertugas sbagai pencatat nilai dan waktu yang di peroleh, benar atau salah
jawaban kartu akan di diskusikan oleh penilai ( Suprijono, 2011 : 95 ).
Perlu
diketahui tidak semua peserta didik mengetahui apakah jawaban kartu tersebut
cocok demikian juga dengan kelompok penilai oleh sebab itu disinilah guru
berperan dalam mendiskusikan jawaban .
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0551_nur%27saadahyunita_chapter2.pdf)
4) Siswa
memikirkan jawaban dari kartu pertanyaan
Tiap peserta
didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang , pada saat kartu
dibagikan, beri mereka waktu antara 2 menit sampai dengan 3 menit untuk
memikiran permasalahan dan jawaban masing-masing dari kartu yang mereka pegang.
Berikan
kesempatan agar semua dapat memikirkan soal dan jawaban pada setiap
permasalahan yang ada.
(http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
5) Siswa mencari
pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
Peserta didik
mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
Setelah persoalan dipecahkan, peserta didik akan saling mencari pasangan. Waktu
pencarian diberikan waktu misalkan ada 10 persoalan maka point diberikan 10
sampai dengan 1.
Siswa yang
menemukan pasangan pada 1 menit pertama diberi skor 10, pada 2 menit pertama di
beri skor 9, pada 3 menit pertama diberikan skor 8 dan seterusnya. Sampai
dengan 10 menit terakhir. Atau dapat juga setiap pasangan yang menemukan
pasangan diberi skor 1
(http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
6) Siswa yang
dapat mencocokan kartunya sebelum waktu di berikan poin.
Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Point dapat diberikan sesuai dengan
metoda di atas, dengan memberikan skor secara bertingkat atau dengan memberikan
skor 1 dan 0, siswa yang dapat menemukan pasangan sesuai dengan waktu yang
diberikan di beri skor 1 dan yang tidak berhasil menemukan jawaban diberi skor
0
(http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
7) Setelah satu
babak kartu dikocok lagi dan kelompok berubah pormasi.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumnya. Selanjutnya kartu di kocok dan diberikan secara
acak . Kembali diberi keseempatan dalam kelompok. Kemudian kembali ke langkah 4
dan 5
(http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
8) Kesimpulan/penutup .
Setelah selesai buatlah kesimpulan secara bersama-sama. (http://sadiman2007.blogspot.com/2010/03/model-pembelajaran-make-and-match.html ).
d.
Kelebihan
Model Pembelajaran Make A Match
1) Suasana
kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move)
2) Kerjasama
antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
3) Munculnya
dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa.
e.
Kelemahan
Model Pembelajaran Make A Match
Kelemahan dari
model ini ialah jika kelas anda termasuk kelas gemuk (lebih dari 30rang/kelas)
berhati-hatilah.Karena jika anda kurang bijaksana maka yang muncul adalah
suasanaseperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi
ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya. Apalagi jika
gedung kelas tidak kedap suara.
5. Kajian materi
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mempunyai kekuatan mengikat. Peraturan perundang-undangan dibuat karena
memiliki arti penting bagi masyarakat.
Peraturan
pusat adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat, dan berlaku untuk
seluruh warga negara Indonesia secara keseluruhan.
Adapun arti penting peraturan
perundang-undangan tingkat pusat dan tingkat daerah bagi masyarakat adalah:
1. Memberi kepastian hukum bagi masyarakat.
2.
Melindungi dan mengayomi hak-hak masyarakat.
3.
Memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
4.
Menciptakan ketertiban dan ketenteraman dalam masyakarat.
5. Mewujudkan kesejahteraan bersama.
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam membentuk peraturan
perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu:
a. Kejelasan tujuan
Yang
dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan/organ pembentuk yang tepat
Yang
dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa
setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila
dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Yang
dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memerhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
d. Dapat dilaksanakan
Yang
dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis
maupun sosiologis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Yang
dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap
peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan
Yang
dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap peraturan
perundangundangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan
Yang
dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan
pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Kekuasaan membentuk undang-undang disebut
kekuasaan legislatif. Menurut UUD 1945, DPR adalah pemegang kekuasaan untuk
membentuk undang-undang, sedangkan presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang. Proses pembuatan undang-undang, melalui 3 tahap yaitu proses
penyiapan rancangan undang-undang, proses mendapatkan persetujuan, serta proses
pengesahan dan pengundangan.
Berikut ini akan kita uraikan
beberapa contoh peraturan pusat yang berlaku di Indonesia:
a.
Peraturan tentang otonomi daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan tentang otonomi daerah ini diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
daerah sesuai dengan amanat UUD 1945, daerah diberi kebebasan/kewenangan untuk
mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Otonomi daerah bertujuan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan
peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memerhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Peraturan tentang lalu lintas
Peraturan pusat yang mengatur tentang tata
tertib berlalu lintas adalah Undang-Undang No. 14 Tahun 1992. Peraturan ini
menyatakan bahwa setiap pengguna jalan raya wajib menaati peraturanperaturan lalu
lintas dan rambu-rambu lalu lintas. Sudahkan kalian hafal rambu-rambu lalu
lintas? Misalnya ketika di jalan raya ada traffic lights dan lampu merah
menyala, apa yang harus kalian lakukan? Tentu saja kalian harus berhenti,
memberi jalan pada pengendara motor atau mobil dari arah lain untuk lewat.
Selain itu, setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib mempunyai Surat Izin Mengemudi
(SIM) dan memakai helm. Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 juga mengatur tentang
keselamatan bagi para pejalan kaki. Hal itu diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) yang
berbunyi, “Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada
tempat penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki”.
Apabila setiap pengguna jalan raya mau menaati
setiap peraturan lalu lintas maka tidak akan terjadi kecelakaan atau kemacetan.
c.
Peraturan tentang korupsi
Undang-undang yang mengatur tentang korupsi
adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu corruptio yang berarti
busuk, rusak, memutarbalikkan, ataupun menyogok. Dalam arti luas korupsi adalah
penyalahgunaan uang. Fasilitas dan wewenang atau jabatan untuk keuntungan
pribadi atau sekelompok orang. Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat
pemerintah seperti nepotisme, penyogokan, pemerasan, penggelapan, dan
sebagainya.
Korupsi pada dasarnya merupakan perbuatan yang
merugikan negara. Korupsi memberikan dampak negatif yang luas dalam kehidupan
suatu bangsa. Di bidang ekonomi, korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dan
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi dilakukan melalui berbagai cara, seperti supervise, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan di sidang pengadilan.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). KPK merupakan lembaga independen yang secara bebas melaksanakan
tugas dan wewenangnya melakukan pengusutan tindak pidana korupsi dari pengaruh
siapa pun atau kekuasaan mana pun.
d.
Peraturan tentang pajak
Peraturan yang mengatur tentang pajak adalah
Undang-Undang No. 16 Tahun 2000. Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 berisi tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Indonesia. Pajak adalah iuran wajib
yang dibayar oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang
balas jasanya tidak diterima secara langsung. Pajak merupakan salah satu sumber
terpenting bagi penghasilan negara. Penghasilan atas pajak tersebut dipergunakan
negara untuk membiayai kegiatan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga
negara. Pajak digunakan untuk melayani sekaligus membangun sarana dan prasarana
yang dibutuhkan masyarakat, seperti sarana pendidikan, kesehatan, transportasi,
dan sebagainya.
Kelancaran dan keberhasilan pembangunan tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga tanggung jawab seluruh
masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi atau pengabdian masyarakat terhadap
negara adalah dengan membayar pajak. Dengan membayar pajak tepat waktu maka
kita telah ikut melaksanakan pembangunan nasional.
e.
Peraturan tentang hak asasi manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah–Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Hak asasi manusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut pemerintah memberikan jaminan hak
asasi manusia kepada warga masyarakat. Hak asasi yang dilindungi tersebut
meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, dan sebagainya. Selanjutnya, untuk mengawasi dan menegakkan HAM
di Indonesia, pemerintah juga mengeluarkan undang-undang tentang Pengadilan
HAM, yaitu UU No. 26 Tahun 2000. Tujuan dibentuknya Pengadilan Hak Asasi
Manusia adalah untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
6. Hasil-hasil Penelitian yang relevan
(1) Penelitian
tindakan kelas Zainal Hakim Yang berjudul
Penerapan Model Kooperatif Tipe
Make-Match Sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Alat Pencernan Manusia
di Kelas V SDN Hakim kecamatan sungai pinang Tahun Ajaran 2007/2008.( 2007
)yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran koperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pelajaran IPA alat pencernaan manusia di kelas V SDN Hakim
Hulu Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar. Hal ini dapat terlihat dari
peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I pertemuan pertama 6,41 pertemuan
kedua 6,25 sedangkan siklus II nilai yang diperoleh adalah pertemuan pertama
7,05 sedangkan pertemuan kedua 7,25 dari
hasil yang diperoleh siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat terlihat bahwa
hasil akhir yang diperoleh rata-rata nilai siswa berada di atas rata-rata 7
yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan tindakan.
(2) Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Qomaruddin (2009) menyimpulkan bahwa melalui
penggunaan model kolaborasi antara model STAD dan
Make A Match, hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri Gunung Melati 2 Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut
dapat meningkat.
Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model Make A Match dalam pembelajaran dapat
meningkatakan hasil belajar siswa khususnya pada materi yang sifatnya `hafalan.
B. Kerangka berpikir
Keberhasilan proses belajar mengajar yang
dilaksanakan guru dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor
kegiatan pengajaran. Penggunaan strategi pembelajaran sangat menentukan
kualitas hasil belajar mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan dari
penggunaan strategi yang satu tidak akan sama dengan hasil pengajaran yang
menggunakan strategi pembelajaran yang lain.
Di dalam pembelajaran PKn SD, guru dituntut
untuk kreatif dan inovatif dalam menciptakan suasana atau iklim belajar
mengajar yang menantang dan merangsang daya fikir anak sehingga anak merasa
terlibat dalam proses pembelajaran.
Dari beberapa teori yang telah diulas diatas
diketahui bahwa peran aktif siswalah yang sangat dominan bagi keberhasilan
belajarnya, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan pemberi arahan, siswa
dapat mudah memahami pelajaran jika mereka dilibatkan langsung dalam
pembelajaran tersebut.
Dengan melalui model
pembelajaran hasil pembelajaran PKn anak kelas V SDN Sungai Miai 10 masih belum
mencapai nilai yang maksimal, karena sebagian anak mengikuti proses
pembelajaran tidak begitu aktif, maka salah satu upaya penulis lakukan adalah
untuk mencari pendekatan dan metode yang tepat, peneliti menggunakan pendekatan
keterampilan proses dengan metode eksperimen yang diharapkan dapat mengakomodasikan keberagaman
latar belakang siswa baik kemampuanya masing-masing siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran, sosial, ekonomi, agama, suku, sehingga kegiatan kelas
dapat berjalan lancar, kondusif, aktif kreaktif dan menyenangkan.
Menurut teori yang telah dikemukakan oleh para pakar pendidikan, maka
peneliti berasumsi adanya pengaruh yang positif bagi siswa terhadap model Make A Matchuntuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran Pendidkan Kewarganegaraan pada materi peraturan perundang-undangan di kelas V.
Dengan demikian penerapan pendekatan kooperatif dengan model Make
A Match dengan segala keunggulan yang ada didalamnya,
diharapkan dapat meningkakan hasil belajar siswa dan memaksimalkan keaktifan
siswa dalam memahami materi peraturan perundang-undangan.
C.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang dilakukan oleh Ida Wahyuni
(2009), hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan: “Jika menerapkan pendekatan koperatif dengan
model Make A Match, maka hasil
belajar siswa tentang pperaturan perundang-undangan di kelas V SDN Sungai Miai 10 Banjarmasin”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis
Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedang jenis penelitiannya
tergolong penelitian tindakan (Action
Research) berupa penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research).
1.
Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Menurut
Arikunto (Suprawoto, 2010) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dibentuk dari
3 kata, yang memiliki pengertian sebagai berikut :
a.
Penelitian,
menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan
aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat
dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
b.
Tindakan,
menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
c.
Kelas,
adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang
sama dari guru yang sama pula.
Dari ketiga kata di atas dapat disimpulkan
bahwa PTK merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh
guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.
Kemmis (Suharsimi.dkk, 2010 : 18) menyatakan penelitian tindakan
kelas merupakan penelitian tindakan
sebagai suatu bentuk investigasi yang bersifat reflektif partisipasif,
kolaboratif dan spiral, yang memiliki tujuan (tindakan) untuk melakukan
perbaikan sistem, metode kerja, proses, isi, kompetensi, dan situasi. Suatu
penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, oleh dan untuk manfaat
kelas.
Rapoport (Wiriaatmadja, 2008 : 11)
mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi
secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu
pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang
disepakati bersama.
Menurut
Wiriaatmadja (Taniredja,dkk, 2010:16), penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik pembelajaran
mereka, dan belajar dari pengetahuan mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan
suatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh
nyata dari upaya itu.
Sedangkan Rustam dan Mundilarto (Asrori,
2007:5) mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian yang
dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan,
dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan
untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswadapat
meningkat.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas,
penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang
dirancang dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan
meningkatkan praktik pembelajaran di kelas agar lebih berkualitas sehingga
siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
2.
Karakteristik penelitian
tindakan kelas
Karaktetistik penelitian tindakan kelas
menurut Kasbullah (Sukidin,dkk,2008:21-24)
adalah sebagai berikut.
Pertama, penelitian tindakan kelas
dilaksanakan oleh guru sendiri
Kedua, penelitian tindakan kelas berangkat
dari permasalahan praktek faktual. Jadi permasalahan berasal dari kelas sendiri
bukan berasal dari orang luar atau diluar konteks kelas dimana dia mengajar.
Ketiga, adanya tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dikelas yang bersangkutan.
Sedangkan Asrori (2007:8)
mengajukan beberapa karakteristik inti penelitian tindakan kelas, yaitu:
a.
Masalah berasal dari guru
b.
Tujuannya memperbaiki permasalahan
c.
Metode utama adalah refleksi diri dengan tetap mengikuti
kaidah-kaidah penelitian
d.
Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran
e.
Guru bertindak sebagai pengajar dan peneliti
3.
Prinsip-prinsip
penelitian tindakan kelas
Dalam bidang pendidikan,
khususnya kegiatan pembelajaran, Action
Research berkembang menjadi classroom
Action Research (CAR) = Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagai suatu
penelitian terapan, PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan proses
dan kualitas atau hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan
tahapan-tahapan PTK, guru dapat menemukan penyelesaikan bagi masalah yang
terjadi di kelasnya sendiri, dan bukan di kelas guru yang lain. Tentu saja
dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan
secara kreatif. Selain itu, sebagai peneliti praktis, PTK dilaksanakan
bersamaan guru melaksanakan tugas utama yaitu mengajar di dalam kelas, tidak
perlu harus meninggalkan siswa. Dengan demikian, PTK merupakan suatu penelitian
yang melekat pada guru, yaitu mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami
oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, diharapkan guru memiliki peran
ganda, yaitu sebagai praktisi dan sekaligus peneliti. Prinsip-prinsip PTK
yaitu:
a. Tindakan dan
pengamatan dalam proses penelitian yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau
menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru tidak boleh sampai mengorbankan
kegiatan atau proses belajar mengajar. Menurut Hopkins (1993: 57-61) (http://sespamardi.com
/penelitian-tindakan-kelas-ptk/), pekerjaan
utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang kebetulan diterapkan,
seyogyanya tidak berdampak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar. Ada 3 hal
yang dapat dikemukakan berkenaan dengan prinsip pertama ini. Pertama, dalam
mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru kurang dari yang diperoleh
dengan “cara lama” Karena bagaimanapun tindakan perbaikan tersebut masih dalam
taraf dicobakan. Guru harus menggunakan pertimbangan serta tanggung jawab
profesionalnya dalam menimbang-nimbang : jalan keluar” yang akan mereka tempuh
dalam rangka memberikan yang terbaik kepada siswa. Kedua, iterasi dari siklus
tindakan juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara
keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang mendalam yang
ditandai oleh kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipelajari melalui
analisis, sintesis dan evaluasi informasi, bukan terbatas dari segi
tersampaikannya GBPP kepada siswa dalam rukun waktu yang telah ditentukan.
Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang
ditargetkan pada tahap perancangan, dan sama sekali tidak mengacu kepada
kejenuhan informasi sebagaimana lazim dipedomani dalam proses iteratif
pengumpulan data penelitian kualitatif.
b. Masalah
guru. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah
yang cukup merisaukannya, dan berpijak dari tanggung jawab profesionalnya. Guru
sendiri harus memiliki komitmen ini juga diperlukan sebagai motivator intrinsik
bagi guru untuk “bertahan” dalam pelaksanaan kegiatan yang jelas-jelas menuntut
lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
mengajarnya secara rutin. Dengan kata lain, pendorong utama pelaksanaan PTK
adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa.
Dilihat dari sudut pandang ini, desakan untuk sekedar menyampaikan pokok
bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan perlu ditolak karena alasan profesional
yang dimaksud.
c. Tidak
terlalu menyita waktu. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut
waktu yang berlebihan bagi guru, sehingga berpeluang menggangu proses
pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus digunakan
prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru, sementara
guru tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Sebagai
gambaran, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan rekaman yang
lengkap dibanding dengan perekaman manual, namun peningkatan waktu yang
diperlukan untuk mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin akan segera
terasa berlebihan. Oleh karena itu, dikembangkan teknik-teknik perekaman yang
cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup signifikan serta
dapat dipercaya.
d. Metode dan
teknik yang digunakan tidak boleh terlalu menuntut dari segi kemampuan maupun
waktunya.
e. Metodologi
yang digunakan harus terencana cermat, sehingga tindakan dapat dirumuskan dalam
suatu hipotesis tindakan yang dapat diuji di lapangan. Guru dapat mengembangkan
strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data
yang dapat digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakan oleh karena
itu, meskipun pada dasarnya “terpaksa” memperbolehkan “kelonggaran-kelonggaran”
namun penerapan asas-asas dasar telaah dan kaidah tetap harus dipertahankan.
f.
Permasalahan atau topik yang dipilih harus
benar-benar nyata, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan
kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. Peneliti harus merasa terpanggil
untuk meningkatkan diri.
g. Peneliti
harus tetap memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu-rambu
pelaksanaan yang berlaku umum. Dalam penyelenggaraan PTK, guru harus selalu
bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain
melibatkan para siswa, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional,
sehingga penyelenggaraannya pun harus mengindahkan tata krama kehidupan
berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus diketahui oleh pimpinan lembaga,
disosialisasikan kepada rekan-rekan dalam lembaga terkait, dilakukan sesuai
dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap
mengedepankan kemaslahatan subjek didik.
h. Kegiatan
penelitian tindakan pada dasarnya harus merupakan gerakan yang berkelanjutan.
i.
Meskipun kelas, sekaligus mata pelajaran merupakan
cakupan tanggung jawab bagi seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh
mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dalam arti permasalahan
tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata pelajaran tertentu,
melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Perspektif yang
lebih luas ini akan terlebih-lebih lagi terasa urgensinya, apabila dalam suatu
PTK, terlibat lebih dari seorang peneliti (Pamardi, 2010).
4.
Tujuan Penelitian
Tindakan Kelas
Pada intinya Penelitian Tindakan Kelas
bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam
peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi
antara guru dengan siswa yang sedang belajar. Secara lebih rinci, tujuan
Penelitian Tindakan Kelas antara lain sebagai berikut :
a.
Meningkatkan
mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
b.
Membantu
guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan
pendidikan di dalam dan luar kelas.
c.
Meningkatkan
sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
d.
Menumbuhkembangkan
budaya akademik di lingkungan sekolah, sehingga tercipta sikap proaktif di
dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan
(Suharsimi, dkk, 2010:2).
Menurut Suharsimi (Suparmoto, 2009)
penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan
oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk
memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri. Dengan demikian, akan diperoleh
pemahaman yang komprehensif mengenai praktik dan situasi di mana praktik
tersebut dilaksanakan. Terdapat dua hal pokok dalam penelitian tindakan yaitu
perbaikan dan keterlibatan. Hal ini akan mengarahkan tujuan penelitian tindakan
ke dalam tiga area yaitu;
a.
Untuk memperbaiki praktik;
b.
Untuk pengembangan profesional dalam
arti meningkatkan pemahaman para praktisi terhadap praktik yang
dilaksanakannya;
c.
Untuk memperbaiki keadaan atau situasi
di mana praktik tersebut dilaksanakan.
5.
Manfaat PTK
Banyak manfaat
yang dapat dipetik dari pelaksanaan PTK. Manfaat PTK menurut Muslich (2009: 11)
antara lain:
a.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi peningkatan
kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran yang menjadi tugas
utamanya.
b.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi peningkatan sikap
profesional guru.
c.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau
peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa.
d.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau
peningkatan akan terjadi perbaikan dan/atau peningkatan kualitas proses
pembelajaran di kelas.
e.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau
peningkatan kualitas penggunaan media,alat bantu belajar, dan sumber belajar
lainnya.
f.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau peningkatan
kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan
hasil belajar siswa.
g.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau
pengembangan pribadi siswa di sekolah
h.
Dengan pelaksanaan PTK akan terjadi perbaikan dan/atau
peningkatan kualitas penerapan kurikulum
6.
Tahap-Tahap Penelitian
Tindakan Kelas
Secara
garis besar Penelitian Tindakan Kelas terdapat 4 tahapan yang lazim dilalui:
a.
Menyusun rancangan tindakan
(planning/perencanaan)
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang
apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan akan dilakukan.
Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara
pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses yang dijalankan.
b.
Pelaksanaan Tindakan (acting)
Tahap ini merupakan implementasi atau
penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas.
c.
Pengamatan (observing)
Pengamatan adalah kegiatan pengamatan yang
dilakukan oleh pengamat. Dalam tahap ini, guru pelaksana mencatat sedikit demi
sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan
siklus berikutnya.
d.
Refleksi (reflecting)
Merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali
apa yang sudah dilakukan. Dalam tahap ini, guru berusaha untuk menemukan
hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan
rancangan dan secara cermat mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki.
Gambar
1: Tahapan-tahapan dalam penelitian tindakan (Raka Joni, 1988)
B.
Setting/Lokasi
Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian
Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN Sungai Miai 10 Banjarmasin.
2.
Subyek Penelitian
Subyek
dari penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Sungai Miai 10 yang berjumlah 28
orang, terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 13 orang. Siswa perempuan.
3.
Pengamat
Pengamat
yang akan mengamati jalannya proses belajar mengajar pada saat peneliti
melaksanakan tindakan kelas yaitu peserta PPG SDN Sungai Miai 10. Sedangkan
penelitian dilakukan oleh guru mata pelajaran PKn yaitu Hj. Siti Masitah, S.Pd.
4.
Peneliti
mengambil mata pelajaran PKn, karena hasil belajar PKn khususnya materi tentang
peraturan perundang-undangan banyak mengalami kegagalan dalam memenuhi standar
kelulusan yang telah ditetapkan. Hal ini terjadi karena masih kurangnya
penggunaan strategi pembelajaran yang inovatif dan aktif bagi siswa itu,
sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar.
C.
Faktor-Faktor yang
Diteliti
Mengamati permasalahan di atas, maka ada beberapa
faktor yang perlu diteliti, yaitu:
1.
Faktor Siswa
Dalam hubungannya dengan
faktor siswa, bagaimana aktivitas belajar siswa dalam kelom pok seperti: kepercayaan diri, ketepatan, keseriusan dan kerja sama dalam melakukan
kegiatan bermain peran, keaktifan siswa mengajukan pertanyaan dan menghargai pendapat orang lain.
2.
Faktor Guru
Dalam
hubungannya dengan faktor guru, dilihat sejauh mana kemampuan guru melaksanakan
kegiatan pembelajaran PKn pada materi peraturan perundang-undangan dengan
menggunakan pendekatan koperatif dengan model Make A Matchdan bagaimana guru meningkatkan keefektivitasan
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.
3.
Faktor Hasil Belajar
Yaitu
mengamati sejauh mana pemahaman dan penguasaan siswa dalam menguasai materi peraturan
perundang-undangan dengan menggunakan pendekatan koperatif dengan model Make A Match serta peningkatan hasil
belajarnya.
D.
Skenario Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua
siklus dengan empat kali pertemuan, siklus I dengan dua kali pertemuan dan siklus
II dengan dua kali pertemuan. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1.
Tahap Perencanaan (Planning)
a.
Menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran materi “peraturan perundang-undangan” dengan uraian materi sebagai
berikut:
1)
Melakukan diskusi kelompok dan tanya jawab dengan
nara sumber tentang peraturan perundang-undangan yang ada di rumah, sekolah dan
masyarakat. Kemudian melakukan permainan Make
A Match untuk mengukur daya ingat siswa (pertemuan 1).
2)
Melakukan identifikasi koran untuk menemukan kasus-kasus
tentang pelanggaran peraturan perundang-undangan yang ada di rumah, sekolah dan
masyarakat sehingga siswa menemukan arti pentingnya peraturan perundang-undangan
dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian melakukan permainan Make A Match untuk mengukur daya ingat siswa (pertemuan 2).
3)
Melakukan diskusi tentang peraturan
perundang-undangan tingkat pusat Kemudian melakukan permainan Make A Match untuk mengukur daya ingat
siswa (pertemuan 3).
4)
Melakukan diskusi tentang peraturan
perundang-undangan tingkat daerah Kemudian melakukan permainan Make A Match untuk mengukur daya ingat
siswa (pertemuan 4).
b.
Menyusun
format observasi untuk mengamati kegiatan proses pembelajaran di kelas, yaitu
format observasi kegiatan pembelajaran di kelas dan format observasi aktifitas
siswa kerja kelompok dengan pembelajaran konperatif dengan model Make A Match.
c.
Mempersiapkan
sumber belajar, media dan alat bantu mengajar yang diperlukan dalam rangka mengoptimalkan
pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan koperatif dengan model Make A Match.
d.
Mempersiapkan
lembar kerja kelompok (LKK) dan skenario yang akan digunakan dalam bermain
peran.
e.
Menyusun
alat pembelajaran.
2.
Tahap Pelaksanaan (Action)
Pelaksanaan pada siklus ini dilakukan dengan dua
kali pertemuan dengan alokasi waktu setiap pertemuan 2 x 35 menit.
a.
Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 dengan 2 kali
pertemuan
1)
Pertemuan 1
a)
Kegiatan Awal
(1)
Menyiapkan
siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, yaitu dengan
mengkondisikan kelas yang nyaman dan mempersiapkan alat tulis dan kesiapan
belajar serta memeriksa kehadiran siswa.
(2)
Sebelum
memulai pelajaran guru dan siswa memberikan motivasi kepada siswa sebelum
mengikuti pembelajaran dengan melakukan
“Tepuk siswa”.
(3)
Guru melakukan appersepsi dengan menghubungkan materi
dengan kehidupan sehari-hari siswa yaitu dengan bertanya jawab mengenai
pearturan dalam kehidupan sehari-hari.
(4)
Guru menjelaskan tujuan dan langkah-langkah kegiatan yang
akan dilakukan siswa saat pembelajaran.
b)
Kegiatan Inti
(1)
Guru menjelaskan mengenai apa itu peraturan
perundang-undangan.
(2)
Guru membagi siswa didalam kelas menjadi 3 kelompok.
Siswa dalam kelompoknya melakukan tanya jawab dengan nara sumber mengenai
peraturan perundang-undangan yang ada di sekolah, rumah dan masyarakat.
(3)
Setelah selesai mengerjakan, melalui gambar-gambar guru
menjelaskan mengenai peraturan perundang-undangan dan contohnya dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat.
(4)
Guru menyiapkan media kartu yang akan diberikan
kepada siswa
(5)
Guru menetapkan 3 kelompok yang mana sebagai
kelompok pemegang kartu jawaban, pemegang kartu soal dan kelompok penilai.
(6)
Guru mengkondisikan anak berjejer antara si pemegang
kartu jawaban dan pemegang kartu soal, susunan anak dibuat seperti huruf U.
(7)
Kartu di acak dan diberikan kepada siswa
(8)
Guru membunyikan peluit dan siswa dipersilahkan
mencari jawaban atas kartu pertanyaannya.
(9)
Siswa yang lebih awal datang akan mendapatkan skor
lebih baik
(10) Siswa
yang terlambat datang sesudah waktu habis akan diberikan hukuman.
(11) Guru
memeriksa apakah penilaian oleh tim penilai sudah tepat apabila belum tepat
maka akan didiskusikan bersama.
(12) Setelah
selesai babak pertama maka kartu akan dikocok lagi dan bergantian kelompok
pemegang kartu soal akan menjadi kelompok pemegang kartu jawaban dan kelompok
pemegang kartu jawaban akan menjadi kelompok penilai, kelompok penilai akan
menjadi kelompok pemegang kartu pertanyaan begitu seterusnya.
c)
Kegiatan Akhir
(1)
Guru membimbing siswa menyimpulkan pelajaran tentang peraturan
perundang-undangan yang ada dirumah, sekolah dan masyarakat.
(2)
Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilakukan.
(3)
Guru mengadakan evaluasi dan tindak lanjut.
(4) Guru
menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan yang akan
datang yaitu pentingnya peraturan perundang-undangan.
2)
Pertemuan 2
a)
Kegiatan Awal
(1) Mengkondisikan siswa untuk siap belajar dengan meminta
menyiapkan alat tulis dan melihat kondisi di sekitar tempat duduk dan memeriksa
kehadiran siswa.
(2) Guru memberikan motivasi kepada siswa sebelum
mengikuti pembelajaran dengan menyanyikan lagu
“Pak Polisi”.
(3) Guru menghubungkan lagu dengan materi yang akan
diajarkan dan memberikan pertanyaan yang dapat memotivasi siswa dalam belajar.
(4) Guru menjelaskan tujuan dan langkah-langkah
kegiatan yang akan dilakukan siswa saat pembelajaran.
b)
Kegiatan Inti
(1)
Siswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok pada
pertemuan sebelumnya.
(2)
Guru membagikan lembar kerja kelompok dan siswa diminta
mencermati LKK yang diterima sambil mendengarkan penjelasan guru tentang
petunjuk pengerjaan.
(3)
Masing-masing kelompok mengidentifikasi koran untuk
menemukan kasus yang terjadi akibat pelanggaran preraturan perundang-undangan.
(4)
Setelah selesai mengerjakan, melalui gambar-gambar
guru menjelaskan mengenai peraturan perundang-undangan dan contohnya dalam
keluarga, sekolah dan masyarakat.
(5)
Guru menyiapkan media kartu yang akan diberikan
kepada siswa
(6)
Guru menetapkan 3 kelompok yang mana sebagai
kelompok pemegang kartu jawaban, pemegang kartu soal dan kelompok penilai.
(7)
Guru mengkondisikan anak berjejer antara si
pemegang kartu jawaban dan pemegang kartu soal, susunan anak dibuat seperti
huruf U.
(8)
Kartu di acak dan diberikan kepada siswa
(9)
Guru membunyikan peluit dan siswa dipersilahkan
mencari jawaban atas kartu pertanyaannya.
(10)
Siswa yang lebih awal datang akan mendapatkan skor
lebih baik
(11)
Siswa yang terlambat datang sesudah waktu habis
akan diberikan hukuman.
(12)
Guru memeriksa apakah penilaian oleh tim penilai
sudah tepat apabila belum tepat maka akan didiskusikan bersama.
(13)
Setelah selesai babak pertama maka kartu akan
dikocok lagi dan bergantian kelompok pemegang kartu soal akan menjadi kelompok
pemegang kartu jawaban dan kelompok pemegang kartu jawaban akan menjadi
kelompok penilai, kelompok penilai akan menjadi kelompok pemegang kartu
pertanyaan begitu seterusnya.
c)
Kegiatan Akhir
(1)
Guru membimbing siswa menyimpulkan pelajaran tentang pentingnya
peraturan perundang-undangan
(2)
Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilakukan.
(3)
Guru mengadakan evaluasi dan tindak lanjut.
(4)
Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dibahas
pada pertemuan yang akan datang berupa tes evaluasi pembelajaran.
b.
Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 dengan 2 kali
pertemuan
1)
Pertemuan 1
a)
Kegiatan Awal
(1)
Menyiapkan
siswa secara psikis dan fisik unuk mengikuti proses pembelajaran, yaitu dengan
mengkondisikan kelas yang nyaman dan mempersiapkan alat tulis dan kesiapan
belajar serta memeriksa kehadiran siswa.
(2)
Sebelum
memulai pelajaran guru dan siswa melakukan senam otot.
(3)
Melakukan appersepsi
dengan melakukan tanya jawab mengenai peraturan perundang-undangan di jalan
raya dan menghubungkannya dengan pembelajaran.
(4)
Menyampaikan tujuan
pembelajaan dan tugas yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran
b)
Kegiatan Inti
(1)
Siswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok pada
pertemuan sebelumnya.
(2)
Guru membagikan lembar kerja kelompok dan siswa diminta
mencermati LKK yang diterima sambil mendengarkan penjelasan guru tentang
petunjuk pengerjaan.
(3)
Masing-masing kelompok membaca bahan yang diberikan dan
mengerjakan LKK dalam kelompoknya masing-masing mengenai contoh peraturan
perundang-undangan tingkat pusat.
(4)
Setelah selesai mengerjakan, melalui gambar-gambar guru
menjelaskan mengenai peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan contohnya serta
sanksi yang diberikan sesuai peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
(5)
Guru menyiapkan media kartu yang akan diberikan
kepada siswa
(6)
Guru menetapkan 3 kelompok yang mana sebagai
kelompok pemegang kartu jawaban, pemegang kartu soal dan kelompok penilai.
(7)
Guru mengkondisikan anak berjejer antara si
pemegang kartu jawaban dan pemegang kartu soal, susunan anak dibuat seperti
huruf U.
(8)
Kartu di acak dan diberikan kepada siswa
(9)
Guru membunyikan peluit dan siswa dipersilahkan
mencari jawaban atas kartu pertanyaannya.
(10)
Siswa yang lebih awal datang akan mendapatkan skor
lebih baik
(11)
Siswa yang terlambat datang sesudah waktu habis
akan diberikan hukuman.
(12)
Guru memeriksa apakah penilaian oleh tim penilai
sudah tepat apabila belum tepat maka akan didiskusikan bersama.
(13)
Setelah selesai babak pertama maka kartu akan
dikocok lagi dan bergantian kelompok pemegang kartu soal akan menjadi kelompok
pemegang kartu jawaban dan kelompok pemegang kartu jawaban akan menjadi
kelompok penilai, kelompok penilai akan menjadi kelompok pemegang kartu
pertanyaan begitu seterusnya.
d)
Kegiatan Akhir
(1)
Guru membimbing siswa menyimpulkan pelajaran tentang peraturan
perundang-undangan tingkat pusat.
(2)
Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilakukan.
(3)
Guru mengadakan evaluasi dan tindak lanjut.
(4) Guru
menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan yang akan
datang yaiu peraturan perundang-undangan tingkat daerah.
3)
Pertemuan 2
a)
Kegiatan Awal
(1) Mengkondisikan siswa untuk siap belajar dengan meminta
menyiapkan alat tulis dan melihat kondisi di sekitar tempat duduk dan memeriksa
kehadiran siswa.
(2) Guru
memberikan motivasi kepada siswa sebelum mengikuti pembelajaran dengan
melakukan “tepuk siswa”.
(3) Guru melakukan
appersepsi dengan tanya jawab megenai peraturan yang ada di Pasar kemudian
menghubungkan dengan materi yang akan dibahas.
(4) Guru menjelaskan
tujuan dan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan siswa saat
pembelajaran.
b)
Kegiatan Inti
(1)
Siswa duduk berkelompok sesuai dengan kelompok pada
pertemuan sebelumnya.
(2)
Guru membagikan lembar kerja kelompok dan siswa diminta
mencermati LKK yang diterima sambil mendengarkan penjelasan guru tentang
petunjuk pengerjaan.
(3)
Masing-masing kelompok membaca bahan yang diberikan dan
mengerjakan LKK dalam kelompoknya masing-masing mengenai contoh peraturan
perundang-undangan tingkat daerah.
(4)
Setelah selesai mengerjakan, melalui gambar-gambar guru
menjelaskan mengenai peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan contohnya
serta sanksi yang diberikan sesuai peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
(5)
Guru menyiapkan media kartu yang akan diberikan
kepada siswa
(6)
Guru menetapkan 3 kelompok yang mana sebagai
kelompok pemegang kartu jawaban, pemegang kartu soal dan kelompok penilai.
(7)
Guru mengkondisikan anak berjejer antara si
pemegang kartu jawaban dan pemegang kartu soal, susunan anak dibuat seperti huruf
U.
(8)
Kartu di acak dan diberikan kepada siswa
(9)
Guru membunyikan peluit dan siswa dipersilahkan
mencari jawaban atas kartu pertanyaannya.
(10)
Siswa yang lebih awal datang akan mendapatkan skor
lebih baik
(11)
Siswa yang terlambat datang sesudah waktu habis
akan diberikan hukuman.
(12)
Guru memeriksa apakah penilaian oleh tim penilai
sudah tepat apabila belum tepat maka akan didiskusikan bersama.
(13)
Setelah selesai babak pertama maka kartu akan
dikocok lagi dan bergantian kelompok pemegang kartu soal akan menjadi kelompok
pemegang kartu jawaban dan kelompok pemegang kartu jawaban akan menjadi
kelompok penilai, kelompok penilai akan menjadi kelompok pemegang kartu
pertanyaan begitu seterusnya.
c)
Kegiatan Akhir
(1)
Guru membimbing siswa menyimpulkan pelajaran tentang peraturan
perundang-undangan tingkat daerah
(2)
Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilakukan.
(3)
Guru mengadakan evaluasi dan tindak lanjut.
(4)
Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dibahas
pada pertemuan yang akan datang berupa tes evaluasi pembelajaran.
3.
Tahap Observasi dan Evaluasi (Observasion and Evaluation)
a.
Tahap observasi dalam penelitian ini yaitu
mengobservasi tentang kegiatan belajar mengajar, aktivitas guru, aktivitas
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi ini menggunakan lembar
observasi yang telah dibuat dan didiskusikan dengan pengamat. Observasi ini
berguna untuk menggali data dan mengevaluasi kegaiatan yang dilaksanakan.
Sedangkan untuk penguasaan materi diperoleh dari hasil tes akhir pelajaran.
Semua hasil temuan dicatat sebagai pertimbangan dalam melakukan refleksi.
4.
Tahap Refleksi (Reflektion)
Hasil observasi dan evaluasi menggunakan lembar
observasi dan hasil tes berupa daftar nilai siswa yang diperoleh setiap
pertemuan, dianalisis, kemudian diinterpretasikan sebagai bahan refleksi guru
serta akan dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan kegaiaan pada siklus
berikunya.
Penelitian dikatakan berhasil apabila memenuhi
beberapa syarat yaitu hasil belajar telah memenuhi indikator keberhasilan yakni
mencapai ketuntasan belajar secara individual minimal 70 serta dapat mencapai
ketuntasan klasikal minimal sebesar 80% mendapat nilai 70 ke atas, dan ada
peningkatan aktivitas siswa.
E.
Cara penggalian Data
1.
Sumber
Data
Sumber
data penelitian di peroleh dari guru kelas V SDN Sungai Miai 10. Data juga
diperoleh dari penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti kepada
siswa-siswi kelas V SD yang berjumlah 28 orang yang terdiri dari 15 laki-laki
dan 13 orang perempuan.
2.
Jenis
Data
Jenis data yang
diperoleh adalah data kuantitatif yaitu nilai hasil LKK, tes hasil belajar
dan evaluasi akhir siklus dan data kualitatif yaitu observasi guru
dalam pengelolaan pembelajaran dan observasi aktivitas siswa dalam proses
belajar.
3.
Cara
Pengambilan Data
a)
Data dari
hasil belajar siswa diambil dengan memberikan evaluasi akhir setiap tatap muka
serta nilai evaluasi disetiap akhir siklus.
b)
Data
aktivitas siswa diambil melalui observasi kegiatan belajar kelompok dengan menggunakan lembar observasi.
c)
Data
aktivitas guru diambil melalui observasi kegiatan mengajar
4. Analisis
Data
Pada
pelaksanaan tindakan ada dua data yang diperoleh yaitu:
a.
Data
kualitatif yaitu berupa observasi aktivitas guru dan siswa dianalisis secara
kualitatif dengan menggunakan proses koding untuk mengorganisasikan data.
Persentase keaktifan guru diolah dengan rumus sebagai berikut:
Persentase:
Hasil data kualitatif aktivitas guru kemudian diinterpreasikan kedalam Kriteria
penilaian:
Kategori “Kurang” apabila rentang nilai 0-17
Kategori “Cukup” apabila rentang nilai 18-34
Kategori “Baik” apabila rentang nilai 35-51
Kategori “Sangat baik” apabila rentang nilai 52-68.
Persentase keaktifan siswa diolah dengan rumus:
Persentase:
Hasil data kualitatif aktivias siswa kemudian diinterpretasikan kedalam.
Kriteria Penilaian :
Sangat Baik = 19 -
24
Baik =
13 - 18
Cukup Baik = 7 - 12
Kurang =
0 – 6
b.
Data
kuantitatif berupa hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif dengan
mencari persentase keberhasilan belajar, kemudian didistribusikan dalam bentuk
tabel, dan difrekuensikan dalam bentuk grafik. Dengan rumus:
Secara individual:
Persentasi = Jumlah
Skor x 100 %
Secara klasikal:
Persentasi = Jumlah siswa dengan
nilai ≥ 70 % x 100 %
Kriteria ketuntasan
belajar:
1.
Ketuntasan
individual
Jika siswa mencapai
ketuntasan 70 % atau ≥ 70
2.
Ketuntasan
klasikal
Jika ≥ 80 % dari
seluruh siswa yang mencapai ketuntasan ≥ 70 %
F.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini
adalah sebagai berikut:
1. Indikator
peningkatan aktivitas guru
Aktivitas
guru bisa dikatakan meningkat jika minimal berada pada kategori baik.
2. Indikator
peningkatan aktivitas siswa
Aktivitas
siswa dikatakan meningkat atau berhasil jika persentase aktivitas siswa
mencapai ≥ 80 % berada pada kategori baik dan sangat baik.
3. Indikator
ketuntasan hasil belajar
Apabila
ketuntasan belajar individual mencapai ≥ 70. Indikator keberhasilan pada
ketuntasan klasikal mencapai ≥ 80 % dari ketuntasan individual.