Sharing Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Senin, 15 Juli 2013

Kemajuan Bangsa, Pendidikan dan Kewirausahaan

Oleh M. Jusuf Kalla
Orasi pada Penganugerahan DR HC dalam bidang
‘IlmuPendidikan Kewirausahaan’,
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung, 17 Maret 2011

Bismillahirrahmanirrahim;
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh;
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang terhormat Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung,
Profesor Dr H Sunaryo Kartadinata, M.Pd;
Yang terhormat para gurubesar dan anggota Senat Universitas;
Yang terhormat para dekan, dosen dan hadirin-hadirat sekalian;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, sehingga kita bisa hadir pada hari dalam acara Penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa ini.
Saya mendapatkan kehormatan besar menerima penganugerahan gelar DR HC tersebut; dan untuk itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor dan Senat Universitas UPI Bandung ini. Dalam rangka penerimaan penganugerahan tersebut, saya ingin menyampaikan orasi tentang ‘Kemajuan Bangsa, Pendidikan dan Kewirausahaan’ di depan para hadirin sekalian.
Kemajuan Ekonomi dan Martabat Bangsa

Sebelum berbicara tentang ‘Pendidikan Wirausaha’, saya ingin lebih dahulu berbicara sedikit tentang ekonomi bangsa, karena bagaimanapun ‘kewirausahaan’ memiliki peran penting dalam memajukan ekonomi kita; dan saya tidak ragu lagi, kemajuan ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang dapat meningkatkan martabat bangsa di tengah pergaulan internasional. Betapa bangganya kita, bahwa kita sekarang ini termasuk anggota G-20—negara-negara yang memiliki ekonomi terbesar di muka bumi ini. Dan, Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota G-20 tersebut, karena ekonomi Indonesia memang terbesar di kawasan ini.
Tetapi dengan segera harus saya katakan, bahwa banyak hal yang masih kita lakukan untuk lebih memajukan ekonomi kita. Belum saatnya kita berpuas dengan berbagai kemajuan ekonomi yang telah kita capai. Karena semakin maju dan kuat ekonomi kita, semakin kita disegani bangsa-bangsa lain.
Sebab itu perlu perjuangan sungguh-sungguh dan terus menerus untuk lebih memajukan ekonomi dalam rangka mewujudkan martabat bangsa. Tetapi tentu saja kita harus pula mencapai kemajuan itu dengan cara-cara bermartabat: dengan pembangunan ekonomi yang adil, yang berpihak kepada pemberdayaan masyarakat marjinal, misalnynya deengan mendorong dan memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan.
Karena itu, kemajuan ekonomi hendaknya dicapai bukan dengan semata-mata berusaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui pasar bebas, sebebas-bebasnya. Pembangunan ekonomi semestinya mampu mengangkat harkat dan martabat mereka yang kurang beruntung dan kalah dalam pertarungan kekuatan-kekuatan ekonomi. Hanya dengan cara begitu kita bisa mengurangi  kemiskinan dan pengangguran semaksimal mungkin; dan pada saat yang sama meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tetapi pertanyaannya kembali adalah; kenapa negara-bangsa Indonesia yang telah empat dasawarsa menyelenggarakan pembangunan ekonomi ini tidak atau belum juga berhasil mencapai kemajuan seperti yang seharusnya telah bisa dicapai. Karena itu kita senantiasa perlu melihat dan mengkaji di mana kelemahan dan kesalahan yang telah kita lakukan selama ini agar kita dapat mencapai kemajuan dalam pembangunan ekonomi tersebut.
Sebab, sekali lagi saya yakin, hanya dengan kemajuan ekonomi yang mendorong kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya, bangsa kita bisa memiliki kebanggaan diri dan martabat baik ke dalam maupun ke tengah pergaulan antar bangsa. Karena itulah kita perlu—sekali lagi—harus terus berusaha mengoreksi dan meluruskan arah pembangunan ekonomi kita ke arah perkembangan dan kemajuan yang pada gilirannya dapat membangkitkan self-esteem, dan dignity—rasa harga diri dan martabat diri.
Kita bisa menyaksikan di masa kita sekarang ini, bahwa terdapat negara-negara yang semula tidak atau kurang dihargai—bahkan dipandang sebelah mata dalam pergaulan dunia. Tetapi begitu negara tersebut berhasil mencapai kemajuan ekonomi dan bahkan muncul sebagai salah satu kekuatan ekonomi penting pada tataran internasional, maka dengan segera pula rasa kagum, segan dan hormat datang dari berbagai penjuru. Dan dengan begitu martabat negara-bangsa itu pun segera pula meningkat cepat di mata internasional; dan para warganya dapat berdiri dengan kepala tegak memandang bangsa-bangsa lain.
Para hadirin yang berbahagia;
Peran Universitas: Keterbukaan dan Inovasi
Dalam konteks peningkatan kemajuan ekonomi kita itu saya merasa perlu berbicara tentang peran Universitas atau perguruan tinggi umumnya. Universitas, seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini memiliki peran sangat penting dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara. Untuk bisa mewujudkan perannya itu universitas mestilah menjadi lembaga yang dinamis; universitas harus terbuka pada pemikiran-pemikiran baru dan terobosan-terobosan dalam meningkatkan kemajuan bangsa.
Karena itu, universitas jangan terbelenggu justru oleh birokrasi dan pemikiran universitas itu sendiri. Dalam pengamatan saya, banyak universitas terbelenggu masalah-masalah internal. Bahkan terdapat kecenderungan universitas terjebak dalam kebanggaan, bahwa ia memainkan peran penting dan bahkan saham terbesar dalam kebangkitan reformasi Indonesia. Peranan seperti itu sudah menjadi sejarah; dan universitas seharusnya tidak terjebak ke dalam kebanggaan masa silam. Kini yang lebih penting lagi adalah peningkatan peran universitas ke depan; apalagi reformasi Indonesia sebenarnya tidak pernah berakhir.
Untuk itu universitas dan civitas akademika harus kembali memperkuat sikap keterbukaannya dan mengembangkan cara pandang positif terhadap pihak luar. Belakangan ini, saya melihat adanya kalangan universitas, khususnya para mahasiswa yang menganggap segala sesuatunya serba salah. Siapapun, khususnya para pejabat tinggi negara, yang masuk ke kampus universitas selalu diterima dengan demonstrasi. Akibatnya tidak banyak lagi pejabat yang masuk kampus; tidak terjadi lagi interaksi dengan pihak luar, sehingga upaya-upaya untuk peningkatan pendidikan tinggi dan peran universitas menjadi tidak bisa lagi diwujudkan secara maksimal. Marilah kampus bersikap lebih terbuka; karena dengan keterbukaan itu, universitas dapat mewujudkan peran pentingnya tersebut.
Dalam konteks itu, universitas dapat melakukan berbagai usaha serius untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertolak dari riset-riset yang serius. Universitas hendaknya dapat mengembangkan produk-produk inovatif, yang hanya bisa diwujudkan melalui riset yang benar-benar serius dalam berbagai bidang; tidak menjadikan laboratorium kita sebagai musium yang berdebu. Universitas hendaknya melakukan riset bukan hanya untuk kepentingan ilmu, tetapi lebih-lebih lagi untuk menemukan inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan nilai tambah berbagai produk kita sendiri sehingga dapat turut mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Dalam pengetahuan dan pengamatan saya, hampir semua invovasi dimulai dari universitas dan perguruan tinggi. Selanjutnya hasil-hasil inovasi itu dilaksanakan para pengusaha. Tetapi sering kita saksikan di dunia perguruan tinggi kita, riset dan produk inovasi itu melibatkan biaya yang tidak efisien. Di sini, para pengusaha berkewajiban untuk mengefisienkan pembiayaan, sehingga mereka dapat menjual produk-produk hasil inovasi itu dengan harga yang kompetitif di pasar.
Para hadirin yang berbahagia;
Pendidikan untuk Masa Depan
Dalam kesempatan baik di Universitas Pendidikan Indonesia ini, tepat pula jika saya menyinggung sedikit tentang pendidikan kita pada umumnya. Pendidikan kita semestinya menanamkan cara pandang dunia (world-view) yang positif, mencerahkan dan visioner tentang masa depan. Pendidikan memang lebih daripada sekadar transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan ketrampilan; lebih dari itu, pendidikan merupakan tempat dan lokus yang sangat strategis untuk menyemai dan menanamkan berbagai nilai  sejak waktu paling dini dan berkelanjutan sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada.
Dalam konteks ini, pendidikan dasar semestinya lebih berorientasi ‘ke dalam’, tidak berorientasi keluar melalui eksperimen semacam ‘sekolah bertaraf internasional’ yang menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, sebagai bahasa pengantar. Seharusnya pendidikan dasar lebih menekankan penggunaan bahasa Indonesia yang benar baik lisan maupun tulisan. Apalagi, bahasa bukan hanya sekadar soal bertuturkata yang baik, tetapi juga menyangkut kemampuan menyusun logika, alur pikiran atau sistematika berpikir, sehingga dapat dipahami orang lain dengan baik.
Tak kurang pentingnya, hanya pendidikan dasar yang berorientasi ke negeri sendiri, yang dapat memberikan penanaman nilai-nilai menyangkut karakter, jati diri, dan martabat bangsa. Saya terkesima prihatin ketika menemukan ada anak-anak SD kita yang berorientasi pendidikan internasional lebih banyak mengetahui tentang sejarah negara dan bangsa lain, sementara mengetahui sangat sedikit tentang Indonesia sendiri. Jika anak-anak kita tidak banyak mengetahui tentang tanahairnya sendiri, bagaimana mereka dapat menghargai dan mengapresiasi bangsanya; dan selanjutnya bagaimana mereka bisa memiliki kebangggaan dan martabat diri bagi bangsanya sendiri ?
Selain itu, secara umum pendidikan nasional Indonesia masih tertinggal dibandingkan banyak negara lain, terutama karena rendahnya mutu, yang bersumber dari kurangnya disiplin pendidikan. Karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan peningkatan kedisiplinan dan ketaatan kepada hasil lulus atau tidak lulus. Sebab itulah perlu diadakan ujian nasional.
Hasil-hasil ujian nasional menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan kita tersebut. Pada tahun 2003-2004, nilai kelulusan masih 3,5, tetapi pada 2009 sudah mencapai 5,5. Dengan adanya ujian nasional, anak-anak kita lebih disiplin, rajin dan giat belajar. Zaman ketika belum ada ujian nasional, anak-anak kita merasa tidak perlu belajar, karena belajar atau tidak belajar sama saja; semuanya lulus. Kalau semua lulus, mereka berpikir;  untuk apa susah payah belajar.
Karena itu, ujian nasional harus keras; tidak boleh ada mark-up untuk lulus. Pendidikan bangsa ini harus diperbaiki demi mutu. Saya selalu percaya, kenapa bangsa kita masih belum maju; tidak lain karena anak-anak kita tidak serius dan benar-benar belajar. Tidak ada cara lain untuk meningkatkan mutu pendidikan kita, kecuali dengan menciptakan sistem evaluasi dan penilaian yang tidak bisa ditawar-tawar.
Sivitas akademika dan hadirin yang berbahagia;
Menumbuhkan Kewirausahaan
Terus terang dalam pengalaman saya, kewirausahaan jarang bisa dihasilkan melalui pendidikan formal. Sekiranya ada pendidikan kewirausahaan yang benar-benar berhasil dapat menciptakan para usahawan, jadinya sangat gampang menumbuhkan kewirausahaan.
Karena itu ‘pendidikan kewirausahaan’ harus dimulai dengan adanya keinginan kuat untuk memulai usaha. Saya selalu gambarkan, pengusaha itu ibarat orang yang mau belajar berenang. Orang bisa tersebut bisa membaca berbagai teori tentang bagaimana cara bisa berenang; tetapi jika tidak dia mulai dengan masuk ke dalam  kolam untuk berenang, maka dia mungkin tidak akan pernah bisa berenang, dan berbagai teori itu tidak banyak manfaatnya. Tetapi kalau ia langsung mencebur ke kolam, dalam waktu tidak terlalu lama, dia bakal bisa berenang. Jadi, yang penting adalah mendorong seseorang untuk memulai usaha.
Contoh ibarat yang lain adalah tentang orang yang mau belajar bisa mengendarai sepeda. Orang itu boleh saja membaca semua teori tentang bagaimana cara menjaga keseimbangan agar tidak jatuh dalam bersepeda. Yang paling penting daripada semua teori itu adalah keberanian orang tersebut untuk mulai mengendarai sepeda; pada awalnya mungkin ia terjatuh dan mungkin pula lututnya luka.  Tapi, dengan memulai naik sepeda, dalam waktu yang tidak terlalu lama, dia pasti bisa mengendarai sepeda dengan baik.
Karena itu jika banyak mahasiswa kita, para calon sarjana dan bahkan sudah menjadi sarjana ingin menjadi pengusaha, maka usahanya jangan dimulai dengan membuat dan mengajukan proposal usaha. Sebaliknya harus dimulai dengan semangat untuk mulai berusaha. Dunia usaha boleh dimulai dengan berbagai macam cara dan tingkatan. Bisa mulai dengan usaha kecil-kecilan di kampus; bisa juga dengan usaha kecil apa saja. Boleh dan bisa juga dimulai dengan magang (job training), sebagai anak buah atau karyawan dalam usaha tertentu. Setelah merasa cukup berpengalaman, sekitar lima atau enam tahun, kemudian mencoba berdiri sendiri. Tetapi, tidak ada rumus tentang bagaimana berusaha; yang penting terus dipikirkan untuk segera direalisasikan adalah: “Kapan saya mulai berusaha?”
Bagaimanapun, calon pengusaha dan para pengusaha adalah manusia yang perlu dipersiapkan juga melalui cara-cara tertentu. Tetapi, dalam pandangan dan pengalaman saya, pengusaha tidak dapat dipersiapkan sepenuhnya melalui pendidikan. Sekali lagi, jika orang dapat dididik untuk menjadi pengusaha, kita dirikan saja ‘Fakultas Pengusaha’, dan kemudian lulusannya otomatis menjadi pengusaha-pengusaha, dan kemudian ekonomi menjadi lebih maju, dan kita menjadi makmur.
Karena itu, tidak ada di manapun di dunia ini ‘Fakultas Pengusaha” yang lulusannnya langsung menjadi pengusaha. Seorang pengusaha boleh saja adalah ‘insinyur’, boleh ‘ekonom’, boleh ‘ahli hukum’, boleh juga ‘sarjana bidang agama’; boleh dan bisa siapa saja. Banyak orang yang maju dan sukses dalam usaha, menjadi sangat kaya; padahal ia boleh jadi hanya berpendidikan SD atau SMP. Itu artinya, pendidikan tidak langsung dapat melahirkan pengusaha. Tetapi, sekiranya pengusaha itu memiliki tidak hanya pendidikan dasar, tetapi pendidikan tinggi, maka usahanya mungkin bisa dua atau tiga kali lipat lebih besar dan lebih sukses lagi.
Apa artinya semua ini? Artinya adalah bahwa pengusaha hampir selalu muncul dari latihan, lingkungan yang mendorong, dan kultur yang ingin maju dalam usaha dengan keberanian mengambil resiko (risk-taking).  Kultur seperti ini tidak dapat diajarkan; tetapi harus selalu dilatih dan dibiasakan. Kewirausahaan harus timbul dari minat, jiwa yang keras, semangat yang tinggi dan pantang menyerah, dan lingkungan yang terus mendorong. Selain itu, suasana persaingan juga harus ditumbuhkan; persaingan dengan penuh keringat, semangat untuk mandiri dengan segala resikonya.
Kultur seperti inilah harus ditumbuhkan jika kita ingin melahirkan para pengusaha. Memang kalau dari sudut lingkungan, tidak otomatis anak seorang pengusaha kemudian menjadi pengusaha juga
Tetapi penting saya tekankan pula, bahwa sinerji antara pendidikan, teknologi dan semangat (spirit) adalah juga faktor utama dunia usaha. Kombinasi dan sinergi ketiga inilah yang dapat memajukan bangsa di manapun.
Para hadirin-hadirat yang berbahagia;
Semangat Menuju Kemajuan
Kita menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak masalah bangsa Indonesia ini yang menghalangi tercapainya kemajuan. Tetapi sebesar dan seberat apapun masalah bangsa ini, sebenarnya dapat kita selesaikan apabila dalam bekerja kita selalu memiliki kemauan dan semangat (spirit) secara bersama-sama. Dalam pandangan saya terdapat beberapa hal tentang bagaimana sebuah bangsa dapat mencapai kemajuan; sementara ada bangsa lain yang tidak bisa maju.
Dalam kaitan itu, ada orang yang mengatakan, bangsa yang maju karena sejarahnya yang panjang. Kalau faktor sejarah ini yang penting, semestinya Mesir dan Irak menjadi bangsa paling maju karena mereka masing-masing memiliki sejarah yang sangat panjang.
Sebaliknya, bangsa yang lebih muda seperti Selandia Baru atau Kanada jauh lebih maju dari bangsa-bangsa yang memiliki sejarah panjang tersebut.
Kemudian, ada pula orang yang mengatakan, suatu bangsa untuk dapat maju karena kekayaan sumber alamnya. Tapi ini tidaklah juga, karena Indonesia atau Nigeria yang kaya dengan sumber alam, belum maju juga. Sebaliknya, ada bangsa yang tidak memiliki sumber alam yang memadai, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan atau Singapura justru lebih maju. Selanjutnya, ada pula orang yang berpendapat, bangsa itu maju karena dia ‘besar’. Ini benar dalam kasus Amerika Serikat, tetapi tidak dalam kasus Rusia sekarang ini misalnya. Jadi apa sebenarnya faktor dan kunci kemajuan itu ?
Saya selalu menyatakan, bahwa semangat merupakan salah satu kunci terpenting dalam mencapai kemajuan diri dan bangsa. Semangat merupakan kekuatan pendorong (driving force) yang membuat orang bergerak, mengambil inisiatif melakukan apa saja yang perlu dia lakukan untuk kehidupan lebih baik tanpa kenal lelah dengan penuh keteguhan hati dan konsistensi. Hanya orang-orang yang memiliki semangat seperti inilah yang dapat mencapai kemajuan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki semangat, bukan hanya akan cepat menyerah, tetapi juga sekaligus tidak memiliki harapan bagi masa depan lebih baik.
Orang yang tidak memiliki harapan adalah orang yang tidak memiliki martabat, karena yang ada dalam angan-angannya hanyalah bahwa dia akan memperoleh segala sesuatu dengan cara yang mudah, tanpa perlu berusaha, bekerja keras dan berjuang.
Semangat mendorong orang untuk memiliki imajinasi kreatif dan ‘mimpi’ tentang kemajuan dirinya, masyarakat dan bangsanya. Hanya mereka yang memiliki imajinasi dan ‘mimpi’ yang dapat melakukan transformasi bagi dirinya dan juga masyarakat dan bangsanya untuk lebih maju lagi dan sanggup bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Karena itu, kita mestilah selalu membangkitkan dan memompa semangat juang (fighting spirit), pantang menyerah dari setiap dan seluruh warga bangsa.
Dalam konteks kewirausahaan, peningkatan semangat itu adalah dengan menanamkan sikap dan semangat dalam diri anak-anak kita, para mahasiswa dan lulusan kita agar tidak hanya berpikir untuk menjadi PNS saja. Semangat mereka harus diarahkan untuk memulai dan bergerak dalam dunia usaha. Mereka jangan hanya berpikir untuk mencari pekerjaan, tetapi menciptakan pekerjaan. Dengan cara begitulah kita dapat menumbuhkan etos kewirausahaan guna memunculkan pengusaha-pengusaha yang turut memajukan bangsa ini.
Demikianlah; atas perhatiannya saya ucapkan banyak terimakasih;
Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Share:

Definition List

Unordered List

Support