Oleh M. Jusuf Kalla
Orasi pada Penganugerahan DR HC dalam bidang
‘IlmuPendidikan Kewirausahaan’,
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung, 17 Maret 2011
Bismillahirrahmanirrahim;
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh;
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang terhormat Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung,
Profesor Dr H Sunaryo Kartadinata, M.Pd;
Yang terhormat para gurubesar dan anggota Senat Universitas;
Yang terhormat para dekan, dosen dan hadirin-hadirat sekalian;
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan rahmat
dan karuniaNya kepada kita semua, sehingga kita bisa hadir pada hari
dalam acara Penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa ini.
Saya mendapatkan kehormatan besar menerima penganugerahan gelar DR HC
tersebut; dan untuk itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada
Rektor dan Senat Universitas UPI Bandung ini. Dalam rangka penerimaan
penganugerahan tersebut, saya ingin menyampaikan orasi tentang ‘Kemajuan Bangsa, Pendidikan dan Kewirausahaan’ di depan para hadirin sekalian.
Kemajuan Ekonomi dan Martabat Bangsa
Sebelum berbicara tentang ‘Pendidikan Wirausaha’, saya ingin lebih
dahulu berbicara sedikit tentang ekonomi bangsa, karena bagaimanapun
‘kewirausahaan’ memiliki peran penting dalam memajukan ekonomi kita; dan
saya tidak ragu lagi, kemajuan ekonomi merupakan salah satu faktor
utama yang dapat meningkatkan martabat bangsa di tengah pergaulan
internasional. Betapa bangganya kita, bahwa kita sekarang ini termasuk
anggota G-20—negara-negara yang memiliki ekonomi terbesar di muka bumi
ini. Dan, Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang
menjadi anggota G-20 tersebut, karena ekonomi Indonesia memang terbesar
di kawasan ini.
Tetapi dengan segera harus saya katakan, bahwa banyak hal yang masih
kita lakukan untuk lebih memajukan ekonomi kita. Belum saatnya kita
berpuas dengan berbagai kemajuan ekonomi yang telah kita capai. Karena
semakin maju dan kuat ekonomi kita, semakin kita disegani bangsa-bangsa
lain.
Sebab itu perlu perjuangan sungguh-sungguh dan terus menerus untuk
lebih memajukan ekonomi dalam rangka mewujudkan martabat bangsa. Tetapi
tentu saja kita harus pula mencapai kemajuan itu dengan cara-cara
bermartabat: dengan pembangunan ekonomi yang adil, yang berpihak kepada
pemberdayaan masyarakat marjinal, misalnynya deengan mendorong dan
memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya kewirausahaan.
Karena itu, kemajuan ekonomi hendaknya dicapai bukan dengan
semata-mata berusaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui
pasar bebas, sebebas-bebasnya. Pembangunan ekonomi semestinya mampu
mengangkat harkat dan martabat mereka yang kurang beruntung dan kalah
dalam pertarungan kekuatan-kekuatan ekonomi. Hanya dengan cara begitu
kita bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran semaksimal mungkin;
dan pada saat yang sama meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tetapi pertanyaannya kembali adalah; kenapa negara-bangsa Indonesia
yang telah empat dasawarsa menyelenggarakan pembangunan ekonomi ini
tidak atau belum juga berhasil mencapai kemajuan seperti yang seharusnya
telah bisa dicapai. Karena itu kita senantiasa perlu melihat dan
mengkaji di mana kelemahan dan kesalahan yang telah kita lakukan selama
ini agar kita dapat mencapai kemajuan dalam pembangunan ekonomi
tersebut.
Sebab, sekali lagi saya yakin, hanya dengan kemajuan ekonomi yang
mendorong kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya, bangsa kita
bisa memiliki kebanggaan diri dan martabat baik ke dalam maupun ke
tengah pergaulan antar bangsa. Karena itulah kita perlu—sekali
lagi—harus terus berusaha mengoreksi dan meluruskan arah pembangunan
ekonomi kita ke arah perkembangan dan kemajuan yang pada gilirannya
dapat membangkitkan self-esteem, dan dignity—rasa harga diri dan martabat diri.
Kita bisa menyaksikan di masa kita sekarang ini, bahwa terdapat
negara-negara yang semula tidak atau kurang dihargai—bahkan dipandang
sebelah mata dalam pergaulan dunia. Tetapi begitu negara tersebut
berhasil mencapai kemajuan ekonomi dan bahkan muncul sebagai salah satu
kekuatan ekonomi penting pada tataran internasional, maka dengan segera
pula rasa kagum, segan dan hormat datang dari berbagai penjuru. Dan
dengan begitu martabat negara-bangsa itu pun segera pula meningkat cepat
di mata internasional; dan para warganya dapat berdiri dengan kepala
tegak memandang bangsa-bangsa lain.
Para hadirin yang berbahagia;
Peran Universitas: Keterbukaan dan Inovasi
Dalam konteks peningkatan kemajuan ekonomi kita itu saya merasa perlu
berbicara tentang peran Universitas atau perguruan tinggi umumnya.
Universitas, seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini memiliki
peran sangat penting dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara. Untuk
bisa mewujudkan perannya itu universitas mestilah menjadi lembaga yang
dinamis; universitas harus terbuka pada pemikiran-pemikiran baru dan
terobosan-terobosan dalam meningkatkan kemajuan bangsa.
Karena itu, universitas jangan terbelenggu justru oleh birokrasi dan
pemikiran universitas itu sendiri. Dalam pengamatan saya, banyak
universitas terbelenggu masalah-masalah internal. Bahkan terdapat
kecenderungan universitas terjebak dalam kebanggaan, bahwa ia memainkan
peran penting dan bahkan saham terbesar dalam kebangkitan reformasi
Indonesia. Peranan seperti itu sudah menjadi sejarah; dan universitas
seharusnya tidak terjebak ke dalam kebanggaan masa silam. Kini yang
lebih penting lagi adalah peningkatan peran universitas ke depan;
apalagi reformasi Indonesia sebenarnya tidak pernah berakhir.
Untuk itu universitas dan civitas akademika harus kembali memperkuat
sikap keterbukaannya dan mengembangkan cara pandang positif terhadap
pihak luar. Belakangan ini, saya melihat adanya kalangan universitas,
khususnya para mahasiswa yang menganggap segala sesuatunya serba salah.
Siapapun, khususnya para pejabat tinggi negara, yang masuk ke kampus
universitas selalu diterima dengan demonstrasi. Akibatnya tidak banyak
lagi pejabat yang masuk kampus; tidak terjadi lagi interaksi dengan
pihak luar, sehingga upaya-upaya untuk peningkatan pendidikan tinggi dan
peran universitas menjadi tidak bisa lagi diwujudkan secara maksimal.
Marilah kampus bersikap lebih terbuka; karena dengan keterbukaan itu,
universitas dapat mewujudkan peran pentingnya tersebut.
Dalam konteks itu, universitas dapat melakukan berbagai usaha serius
untuk mencapai keunggulan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bertolak dari riset-riset yang serius. Universitas hendaknya dapat
mengembangkan produk-produk inovatif, yang hanya bisa diwujudkan melalui
riset yang benar-benar serius dalam berbagai bidang; tidak menjadikan
laboratorium kita sebagai musium yang berdebu. Universitas hendaknya
melakukan riset bukan hanya untuk kepentingan ilmu, tetapi lebih-lebih
lagi untuk menemukan inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan nilai
tambah berbagai produk kita sendiri sehingga dapat turut mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Dalam pengetahuan dan pengamatan saya, hampir semua invovasi dimulai
dari universitas dan perguruan tinggi. Selanjutnya hasil-hasil inovasi
itu dilaksanakan para pengusaha. Tetapi sering kita saksikan di dunia
perguruan tinggi kita, riset dan produk inovasi itu melibatkan biaya
yang tidak efisien. Di sini, para pengusaha berkewajiban untuk
mengefisienkan pembiayaan, sehingga mereka dapat menjual produk-produk
hasil inovasi itu dengan harga yang kompetitif di pasar.
Para hadirin yang berbahagia;
Pendidikan untuk Masa Depan
Dalam kesempatan baik di Universitas Pendidikan Indonesia ini, tepat
pula jika saya menyinggung sedikit tentang pendidikan kita pada umumnya.
Pendidikan kita semestinya menanamkan cara pandang dunia (world-view)
yang positif, mencerahkan dan visioner tentang masa depan. Pendidikan
memang lebih daripada sekadar transfer ilmu pengetahuan, keahlian dan
ketrampilan; lebih dari itu, pendidikan merupakan tempat dan lokus yang
sangat strategis untuk menyemai dan menanamkan berbagai nilai sejak
waktu paling dini dan berkelanjutan sesuai dengan jenjang pendidikan
yang ada.
Dalam konteks ini, pendidikan dasar semestinya lebih berorientasi ‘ke
dalam’, tidak berorientasi keluar melalui eksperimen semacam ‘sekolah
bertaraf internasional’ yang menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa
Inggris, sebagai bahasa pengantar. Seharusnya pendidikan dasar lebih
menekankan penggunaan bahasa Indonesia yang benar baik lisan maupun
tulisan. Apalagi, bahasa bukan hanya sekadar soal bertuturkata yang
baik, tetapi juga menyangkut kemampuan menyusun logika, alur pikiran
atau sistematika berpikir, sehingga dapat dipahami orang lain dengan
baik.
Tak kurang pentingnya, hanya pendidikan dasar yang berorientasi ke
negeri sendiri, yang dapat memberikan penanaman nilai-nilai menyangkut
karakter, jati diri, dan martabat bangsa. Saya terkesima prihatin ketika
menemukan ada anak-anak SD kita yang berorientasi pendidikan
internasional lebih banyak mengetahui tentang sejarah negara dan bangsa
lain, sementara mengetahui sangat sedikit tentang Indonesia sendiri.
Jika anak-anak kita tidak banyak mengetahui tentang tanahairnya sendiri,
bagaimana mereka dapat menghargai dan mengapresiasi bangsanya; dan
selanjutnya bagaimana mereka bisa memiliki kebangggaan dan martabat diri
bagi bangsanya sendiri ?
Selain itu, secara umum pendidikan nasional Indonesia masih
tertinggal dibandingkan banyak negara lain, terutama karena rendahnya
mutu, yang bersumber dari kurangnya disiplin pendidikan. Karena itu,
salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan
peningkatan kedisiplinan dan ketaatan kepada hasil lulus atau tidak
lulus. Sebab itulah perlu diadakan ujian nasional.
Hasil-hasil ujian nasional menunjukkan peningkatan kualitas
pendidikan kita tersebut. Pada tahun 2003-2004, nilai kelulusan masih
3,5, tetapi pada 2009 sudah mencapai 5,5. Dengan adanya ujian nasional,
anak-anak kita lebih disiplin, rajin dan giat belajar. Zaman ketika
belum ada ujian nasional, anak-anak kita merasa tidak perlu belajar,
karena belajar atau tidak belajar sama saja; semuanya lulus. Kalau semua
lulus, mereka berpikir; untuk apa susah payah belajar.
Karena itu, ujian nasional harus keras; tidak boleh ada mark-up
untuk lulus. Pendidikan bangsa ini harus diperbaiki demi mutu. Saya
selalu percaya, kenapa bangsa kita masih belum maju; tidak lain karena
anak-anak kita tidak serius dan benar-benar belajar. Tidak ada cara lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan kita, kecuali dengan menciptakan
sistem evaluasi dan penilaian yang tidak bisa ditawar-tawar.
Sivitas akademika dan hadirin yang berbahagia;
Menumbuhkan Kewirausahaan
Terus terang dalam pengalaman saya, kewirausahaan jarang bisa
dihasilkan melalui pendidikan formal. Sekiranya ada pendidikan
kewirausahaan yang benar-benar berhasil dapat menciptakan para usahawan,
jadinya sangat gampang menumbuhkan kewirausahaan.
Karena itu ‘pendidikan kewirausahaan’ harus dimulai dengan adanya
keinginan kuat untuk memulai usaha. Saya selalu gambarkan, pengusaha itu
ibarat orang yang mau belajar berenang. Orang bisa tersebut bisa
membaca berbagai teori tentang bagaimana cara bisa berenang; tetapi jika
tidak dia mulai dengan masuk ke dalam kolam untuk berenang, maka dia
mungkin tidak akan pernah bisa berenang, dan berbagai teori itu tidak
banyak manfaatnya. Tetapi kalau ia langsung mencebur ke kolam, dalam
waktu tidak terlalu lama, dia bakal bisa berenang. Jadi, yang penting
adalah mendorong seseorang untuk memulai usaha.
Contoh ibarat yang lain adalah tentang orang yang mau belajar bisa
mengendarai sepeda. Orang itu boleh saja membaca semua teori tentang
bagaimana cara menjaga keseimbangan agar tidak jatuh dalam bersepeda.
Yang paling penting daripada semua teori itu adalah keberanian orang
tersebut untuk mulai mengendarai sepeda; pada awalnya mungkin ia
terjatuh dan mungkin pula lututnya luka. Tapi, dengan memulai naik
sepeda, dalam waktu yang tidak terlalu lama, dia pasti bisa mengendarai
sepeda dengan baik.
Karena itu jika banyak mahasiswa kita, para calon sarjana dan bahkan
sudah menjadi sarjana ingin menjadi pengusaha, maka usahanya jangan
dimulai dengan membuat dan mengajukan proposal usaha. Sebaliknya harus
dimulai dengan semangat untuk mulai berusaha. Dunia usaha boleh dimulai
dengan berbagai macam cara dan tingkatan. Bisa mulai dengan usaha
kecil-kecilan di kampus; bisa juga dengan usaha kecil apa saja. Boleh
dan bisa juga dimulai dengan magang (job training), sebagai
anak buah atau karyawan dalam usaha tertentu. Setelah merasa cukup
berpengalaman, sekitar lima atau enam tahun, kemudian mencoba berdiri
sendiri. Tetapi, tidak ada rumus tentang bagaimana berusaha; yang
penting terus dipikirkan untuk segera direalisasikan adalah: “Kapan saya
mulai berusaha?”
Bagaimanapun, calon pengusaha dan para pengusaha adalah manusia yang
perlu dipersiapkan juga melalui cara-cara tertentu. Tetapi, dalam
pandangan dan pengalaman saya, pengusaha tidak dapat dipersiapkan
sepenuhnya melalui pendidikan. Sekali lagi, jika orang dapat dididik
untuk menjadi pengusaha, kita dirikan saja ‘Fakultas Pengusaha’, dan
kemudian lulusannya otomatis menjadi pengusaha-pengusaha, dan kemudian
ekonomi menjadi lebih maju, dan kita menjadi makmur.
Karena itu, tidak ada di manapun di dunia ini ‘Fakultas Pengusaha”
yang lulusannnya langsung menjadi pengusaha. Seorang pengusaha boleh
saja adalah ‘insinyur’, boleh ‘ekonom’, boleh ‘ahli hukum’, boleh juga
‘sarjana bidang agama’; boleh dan bisa siapa saja. Banyak orang yang
maju dan sukses dalam usaha, menjadi sangat kaya; padahal ia boleh jadi
hanya berpendidikan SD atau SMP. Itu artinya, pendidikan tidak langsung
dapat melahirkan pengusaha. Tetapi, sekiranya pengusaha itu memiliki
tidak hanya pendidikan dasar, tetapi pendidikan tinggi, maka usahanya
mungkin bisa dua atau tiga kali lipat lebih besar dan lebih sukses lagi.
Apa artinya semua ini? Artinya adalah bahwa pengusaha hampir selalu
muncul dari latihan, lingkungan yang mendorong, dan kultur yang ingin
maju dalam usaha dengan keberanian mengambil resiko (risk-taking).
Kultur seperti ini tidak dapat diajarkan; tetapi harus selalu dilatih
dan dibiasakan. Kewirausahaan harus timbul dari minat, jiwa yang keras,
semangat yang tinggi dan pantang menyerah, dan lingkungan yang terus
mendorong. Selain itu, suasana persaingan juga harus ditumbuhkan;
persaingan dengan penuh keringat, semangat untuk mandiri dengan segala
resikonya.
Kultur seperti inilah harus ditumbuhkan jika kita ingin melahirkan
para pengusaha. Memang kalau dari sudut lingkungan, tidak otomatis anak
seorang pengusaha kemudian menjadi pengusaha juga
Tetapi penting saya tekankan pula, bahwa sinerji antara pendidikan, teknologi dan semangat (spirit) adalah juga faktor utama dunia usaha. Kombinasi dan sinergi ketiga inilah yang dapat memajukan bangsa di manapun.
Para hadirin-hadirat yang berbahagia;
Semangat Menuju Kemajuan
Kita menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak masalah bangsa
Indonesia ini yang menghalangi tercapainya kemajuan. Tetapi sebesar dan
seberat apapun masalah bangsa ini, sebenarnya dapat kita selesaikan
apabila dalam bekerja kita selalu memiliki kemauan dan semangat (spirit)
secara bersama-sama. Dalam pandangan saya terdapat beberapa hal tentang
bagaimana sebuah bangsa dapat mencapai kemajuan; sementara ada bangsa
lain yang tidak bisa maju.
Dalam kaitan itu, ada orang yang mengatakan, bangsa yang maju karena
sejarahnya yang panjang. Kalau faktor sejarah ini yang penting,
semestinya Mesir dan Irak menjadi bangsa paling maju karena mereka
masing-masing memiliki sejarah yang sangat panjang.
Sebaliknya, bangsa yang lebih muda seperti Selandia Baru atau Kanada
jauh lebih maju dari bangsa-bangsa yang memiliki sejarah panjang
tersebut.
Kemudian, ada pula orang yang mengatakan, suatu bangsa untuk dapat
maju karena kekayaan sumber alamnya. Tapi ini tidaklah juga, karena
Indonesia atau Nigeria yang kaya dengan sumber alam, belum maju juga.
Sebaliknya, ada bangsa yang tidak memiliki sumber alam yang memadai,
seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan atau Singapura justru lebih maju.
Selanjutnya, ada pula orang yang berpendapat, bangsa itu maju karena dia
‘besar’. Ini benar dalam kasus Amerika Serikat, tetapi tidak dalam
kasus Rusia sekarang ini misalnya. Jadi apa sebenarnya faktor dan kunci
kemajuan itu ?
Saya selalu menyatakan, bahwa semangat merupakan salah satu kunci
terpenting dalam mencapai kemajuan diri dan bangsa. Semangat merupakan
kekuatan pendorong (driving force) yang membuat orang bergerak,
mengambil inisiatif melakukan apa saja yang perlu dia lakukan untuk
kehidupan lebih baik tanpa kenal lelah dengan penuh keteguhan hati dan
konsistensi. Hanya orang-orang yang memiliki semangat seperti inilah
yang dapat mencapai kemajuan.
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki semangat, bukan hanya akan
cepat menyerah, tetapi juga sekaligus tidak memiliki harapan bagi masa
depan lebih baik.
Orang yang tidak memiliki harapan adalah orang yang tidak memiliki
martabat, karena yang ada dalam angan-angannya hanyalah bahwa dia akan
memperoleh segala sesuatu dengan cara yang mudah, tanpa perlu berusaha,
bekerja keras dan berjuang.
Semangat mendorong orang untuk memiliki imajinasi kreatif dan ‘mimpi’
tentang kemajuan dirinya, masyarakat dan bangsanya. Hanya mereka yang
memiliki imajinasi dan ‘mimpi’ yang dapat melakukan transformasi bagi
dirinya dan juga masyarakat dan bangsanya untuk lebih maju lagi dan
sanggup bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Karena itu, kita mestilah
selalu membangkitkan dan memompa semangat juang (fighting spirit), pantang menyerah dari setiap dan seluruh warga bangsa.
Dalam konteks kewirausahaan, peningkatan semangat itu adalah dengan
menanamkan sikap dan semangat dalam diri anak-anak kita, para mahasiswa
dan lulusan kita agar tidak hanya berpikir untuk menjadi PNS saja.
Semangat mereka harus diarahkan untuk memulai dan bergerak dalam dunia
usaha. Mereka jangan hanya berpikir untuk mencari pekerjaan, tetapi
menciptakan pekerjaan. Dengan cara begitulah kita dapat menumbuhkan etos
kewirausahaan guna memunculkan pengusaha-pengusaha yang turut memajukan
bangsa ini.
Demikianlah; atas perhatiannya saya ucapkan banyak terimakasih;
Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.