GoresanKuliah--Hidup dan kehidupan dapat dimaknai
sebagai arti dari suatu proses pembelajaran hakiki yang ianya dinafasi
dengan berbagai substansi, dengan karakter sebagai basis dari
penopangnya. Perilaku dan tabi’at, termaktum sebagai cetakan untuk
menafsirkan pembelajaran hakiki ini sebagai model pendidikan yang
mengarus-utamkan prinsip luhur dari pendidikan sebagai investasi jangka
panjang, makna lain adalah memelihara azas dari pendidikan tersebut
untuk menjadikan kalifah di muka bumi ini sebagai pembaharu yang mampu
mendaur-ulangkan pengetahuan dan pemahaman pendidikan dari yang bersifat
klasik ke pandangan pendidikan berbasis modern yang sarat dengan
perubahan peradaban akhlak dan moral, tentunya ini dapat dijadikan
referensi untuk evolusi peradaban pendidikan dengan makna pembelajaran
hakiki sebagai katalis dan akidah, iman, dan taqwa sebagai landasan
pembelajaran pendidikan.
Sekalipun ide tersebut diatas dapat
dimaknai sebagai argumen penyelenggaraan pendidikan modern, namun ianya
harus pula dibalut atau diisi dengan kaidah pendidikan kejiwaan sebagai
salah satu unsur penguatannya, dalam tabiat yang luas dapat dipahami
bahwa kaidah ini disarafi oleh unsur saling menghargai (mutual respect) dan saling memproteksi (mutual protecting).
Dua variabel ini tentunya tidak akan dapat muncul kalau nilai luhur
iman dan taqwa kepada sang Khaliq belum menjadi bagian ruh dari
perjalanan setiap hidup manusia. Kalaupun iman dan taqwa tersebut sudah
berjalan beriringan dengan fisik dan ruh manusia, maka ianya juga harus
seirama dengan sikap, perilaku/kebiasasan, toleransi dan akidah yang
harus selalu dijunjung tinggi.
Dalam pandangan modern konsep
tersebut diartikan sebagai kekuatan baru untuk mensinergikan pendidikan
modern dengan pembelajaran hakiki, tentunya dalam konteks ini pendidikan
karakter menjadi penyeragam yang dibangun dari jiwa yang sebenarnya
dengan hati sebagai indikator. Dalam perspektif Islam, nilai luhur jiwa
tersebut dipindahkan dari Al-Qur’an, Sunah dan Ijtihad, guna membimbing
pengikutnya agar taat jiwa dalam mengamalkan, menjalankan, dan
mengaplikasikan doktrin islamisasi pendidikan. Dua pandangan ini
memiliki makna dan fungsi satu sama lain, namun dalam proses alirannya,
dua pandangan tersebut selalu terintegrasi dan bersinergi, dengan maksud
untuk mengurangi tensi negatif dari azas pendidikan itu sendiri sebagai
parajut jiwa dan akhlak untuk mendermakan demi kemajuan pengetahuan
yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan manusia, alam,
bahkan bumi tempat kita diami. Dengan harapan, pengembangan model
pendidikan tersebut yang berbasis karakter ini dapat menjadi akar untuk
merajut dan menjalarkan ke dan seluruh sistem serta mekanisme
penyelenggaraan pendidikan, sehingga carut-marut pendidikan kita
sekarang ini tidak lagi menularkan untuk kemajuan dan kepentingan
pengembangan pendidikan kedepan, tentunya pembelajaran hakiki sebagai
konsep untuk melayani pendidikan modern.sebagaimana harapan dalam
kurikulum 2013 yang menitik beratkan pada nilai prilaku, nilai
kepribadian, budi pekerti atau lebih dikenal dengan pendidikan karakter.
Pendidikan Modern
. Makna filosopi pendidikan (education of philosophy)
secara harfiah menseimbangkan perilaku, mental, dan hawa nafsu,
termasuk pengendalian hati untuk memperoleh kehidupan yang menyenangkan
dunia dan akhirat. Tentunya dalam kontek kehidupan yang sebenarnya (truely of life) pendidikan
itu sendiri dimaknai sebagai proses pembenaran hati dan pensucian jiwa
untuk mematron diri menjadi sebenar-benarnya kalifah yang berguna di
alam jagat raya ini. Dalam kaidah pembelajaran yang sebenarnya (truely of learning)
pendidikan itu sendiri sebagai aset investasi jangka panjang untuk
meletakkan jati diri sebagai manusia pembaharu dan mampu menempatkan
sebagai hamba yang taat azas hidup, tentunya yang paling wahid mengikuti
perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Sekalipun ketiga pandangan
tersebut telah mengisyaratkan sebagai patron lahirnya konsep pendidikan
modern, namun kadang-kadang pondasi filosopi dari pendidikan itu sendiri
sering diabaikan bahkan tidak didayagunakan, sehingga kecenderungan
paradok ketika diimplementasi. Ke-paradok-kan itu terlihat dari output
proses pendidikan modern seperti adanya tawuran siswa, demo anarkis
mahasiswa, pemalsuan nilai, bahkan memproduksi institusi pendidikan
berbasis komersialisasi, dengan mengesampingkan model dan modal
prinsip-prinsip penyelenggaran pendidikan modern. Harapan lain dari
capaian pendidikan modern ini adalah mewujud dan mengembangkan suasana
serta proses pembelajaran kepada peserta didik untuk lebih aktif
mengembangkan kapasitas, kualitas dan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang arif
(jujur), kecerdasan yang bersahaja, akhlak mulia, keterampilan dan
kecakapan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam
banyak teks dan pemikiran Barat yang dapat saya sarikan, bahwa
pendidikan modern merupakan jelmaan dari kegagalan model pengembangan
pendidikan klasik, namun ada juga yang menafsiran bahwa pendidikan
modern sebagai bagian dari pendidikan klasik untuk menseimbangkan
peradaban pendidikan yang cenderung berubah corak seiring perubahan
paradigma berpikir ratusan juta manusia yang bermukim di muka bumi ini.
Dalam pandangan ini saya menyebutkan bahwa pendidikan modern tersebut
justru lahir dari kegagalan negara-negara modern memproteksi generasi
mereka untuk menjalankan pendidikan sebagai basis pembaharu termasuk,
perubahan lingkungan, budaya dan psiko-sosial masyarakat tersebut.
Tentunya, sebagai negara berkembang seperti Indonesia dan Aceh secara
khusus dengan Islam sebagai perajut pendidikan dapat dimaknai bahwa
pendidikan modern itu sendiri merupakan derivat dari kekuatan
nilai-nilai islam dengan Al-Qur-An dan hadist sebagai pemandu untuk
membangun dan menciptakan pendidikan yang taat azas dan bijak untuk
dijadikan referensi peyangga hidup.
Konsep Pendidikan Modern
Berakar Karakter (PMBK) merupakan replekasi, relokasi serta cloning dari
perubahan dan kegagalan pendidikan dengan konsep klasik yang kurang
menempatkan prinsip agamais dan Qurani (islam) serta nilai spiritual
sebagai filosopi gerakan pembaharu dengan basis pendidikan sebagai
barometer. Fenomena ini menjadi lebih berarti jika karakter menjadi
perajut untuk menseimbangankan antara gagasan, emosional, nafsu, dan
perilaku ketika pendidikan dinafikan sebagai unsur utama dari
pencerdasan emosional, nafsu, dan sikap serta perilaku itu sendiri.
Dalam konteks ini pendidikan modern yang berakar karakter menjadi acuan
pustaka dalam perencanaan pendidikan sebagai investasi jangka pendek,
menengah bahkan jangka panjang. Untuk itu, dari berbagai referensi yang
saya koleksi dengan beberapa argumen telaah, maka secara harfiah
pendidikan modern dengan basis karakter dirancang selain untuk
menstimulus prinsip hidup dan kehidupan sebagai praktek pendidikan yang
sebenarnya juga sebagai kontrol untuk menjamin bahwa pendidikan tersebut
tetap mengakar nilai dan norma spiritual dengan Islam sebagai patron
baku.
Akar Pendidikan Karakter
Ruh, jiwa dan
fisik menjadi piranti penting dalam pencitraan pendidikan karakter,
karena ia jelmaan dari bukti lahirnya akhlak, perangai/tabi’at, akidah,
moral, dan tingkah laku yang bersahaja pada setiap individu yang
memahami pendidikan sebagai potret hidup dari sebuah kehidupan yang
sebenarnya dengan prinsip menyerahkan diri kepadaNya, berbuat dan
berbakti kepada alam dan makhluk yang mendiami di alam jagat raya ini.
Tentunya konsep tersebut dapat direplikasikan sebagai perangkat dari
transformasi pendidikan modern berakar karakter dengan
religius-spiritual sebagai penjalinnya dan Al-Qur-an, hadist serta Peuteuah
Ulama sebagai perajut dan penuntun, agar pendidikan yang berakar
karakter dapat benar-benar dijiwai dari pendidikan ruh, pendidikan jiwa,
dan pendidikan berbasis pada mental-spiritual. Ketiga konsep pendidikan
tersebut perlu saya justifikasi substansinya untuk menseimbangkan makna
harfiah pendidikan modern berbasis karakter dengan prinsip pendidikan
klasik sebagai referensi, dimana pada pendidikan klasik tersebut tidak
menjalankan ketiga konsep tersebut secara bersamaan, sehingga mental
pendidikan hanya berorientasi kepada kebutuhan, sekalipun dalam
implementasinya tetap tajam namun tidak diilhami dengan pendidikan ruh,
pendidikan jiwa apalagi pendidikan mental-spiritual, sehingga sering
dikatakan bahwa konsep pendidikan klasik tersebut berhasil dalam
tindakan, namun gagal dalam implementaisnya. Para ahli pendidikan barat
telah terjaga untuk memadukan konsep pendidikan modern sebagai basis
penyelamat generasi. Di Amerika Serikat, kehadiran sejumlah ulama
tersohor dari Timur Tengah telah memberikan warna tersendiri dunia
pendidikan di Amerika Serikat saat ini, salah satunya Ulama terkenal
Turki Fedullah Gulen, yang berhasil memikat para pencari Tuhan khalifah
Amerika Serikat untuk mengenal diri yang sesungguhnya melalui proses
transpormasi pendidikan karakter yang diilhami dengan pendidikan ruh,
jiwa, dan mental-spriritual sebagai perubah pola pikir.
Pendidikan ruh,
pendidikan yang disarati dengan tuntunan dari sang Khaliq .Pola
pendidikan ini menempatkankan manusia sebagai makhluk yang selalu
berpikir akan kebesaran, keesaan dan keangungan Ilahi Rabbi karena
dengan Kudrah-IradahNya telah menjadikan planet bumi untuk dihuni oleh
berbagai makhluk hidup dengan segala keragamannya. Dalam catatan lain,
pendidikan ini pula di akari dengan pendidikan iman, taqwa, akidah,
moral, perilaku dan pendidikan mengenal sifat-sifat Allah SWT, ajaran
kenabian serta peuteuah Ulama. Mental dan interaksi dengan
lingkungan juga menjadi penentu dari perkembangan fase pendidikan ini,
dimana mental yang berbasis pada agamais dapat menjadi penentu dari
kecakapan spiritual, sikap bahkan perilaku terhadap lingkungan dan
makhluk lainnya.
Pendidikan jiwa, dalam perkembangannya
pendidikan jiwa ini distimulus oleh pendidikan ruh yang bernilai guna
untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas diri dalam arti lain
memproteksi diri untuk mengenal jiwa yang sesungguhnya untuk
menghambakan diri kepada pencitpta “Habluminallah” (hubungan dengan Allah SWT) dan berbaik diri sesama manusia atau makhluk hidup lainnya “Habluminanas”
(hubungan dengan manusia). Setelah memahami hakikat hidup tersebut
kemudian menjadikan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai referesi
penyelenggaraan pendidikan secara hakiki, makna lain adalah Wahyu yang
telah diterima Nabi Muhammad SAW dan kemudian di pustakakan dalam Al-Qur
An Nurkarim dan disarikan dalam pandangan Al-Hadist dapat dijadikan
sebagai penuntun sekaligus perajut pendidikan jiwa yang dapat memberikan
momentum untuk membentuk Akhlakulkarimah yang merupakan landasan lahirnya pendidikan jiwa.
Setelah
dasar-dasar pendidikan keesaan Allah SWT dan Kenabian ini dijadikan
sebagai penyangga, maka selanjutnya diperlukan proses pendidikan untuk
mengenal jati diri termasuk pendidikan mengorganisir nafsu dan emosi
untuk memperoleh kekuatan positif guna menghindari hidup celaka didunia
dan memperoleh tuntunan untuk hidup selamanya di akhirat. Untuk
penguatan kapasitas diri dalam pendidikan jiwa ini dilalui fase dengan
pendidikan intelektualitas keilmuan yang sejatinya dapat menjadi
penyeimbang dalam perkembangan jiwa untuk mengenal lingkungan secara
menyeluruh maupun perilaku menghargai lingkungan sebagai unsur pembentuk
jati diri.
Pendidikan mental-spiritual, fase pendidikan
ini dinafasi oleh dogma pendidikan jiwa sebagai acuan transpormer
pendidikan. Pendidikan ini pula mengajarkan kita untuk selalu taat azas
hidup dan kehidupan dengan agama sebagai dasar-pijaknya. Dalam
perspektif lain, menggerakan perilaku kita untuk mengabdikan diri kita
kepada makhluk hidup, bumi dan alam sekitarnya serta mengabadikan
perilaku pendidikan tersebut untuk dijadikan referensi bagi dan untuk
kepentingan manusia lainnya. Dalam catatan pemikir islam abad 16-17
menyebutkan bahwa pendidikan mental-spiritual sebagai jembatan dari
keberlangsungan dan keberlanjutan pengembangan ilmu pengetahuan. Makna
filosopi dari pemahaman tersebut dapat saya asusmsikan bahwa pendidikan
bersifat mental-spiritual ini adalah meregenerasi dan mendaur-ulangkan
proses ini sebagai pengontrol untuk menjamin keberlanjutan pendidikan
modern yang berakar karakter guna membentuk pembelajaran pendidikan yang
hakiki untuk umat manusia.
Keberhasilan dari penularan prinsip
pendidikan modern ini tidak serta-merta dapat berlangsung seketika,
namun ia membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, materi bahkan emosi yang
matang, karena konsep dari pendidikan modern ini cenderung paradoks
dengan budaya, tabiat hidup, perilaku masyarakat modern yang cenderung
mempopulisakan simbol bukan pada substansi, maknanya, mereka hidup
sudah/tanpa lagi dibatasi dari kaidah hidup sebagai manusia yang
sebenarnya sebagai makhluk yang paling tinggi derajat diantara makhluk
lainnya ciptaan Allah SWT. Tantangan lainnya adalah tren hidup dan
keseimbangan kemajuan teknologi yang mampu menukikan pendidikan dan
cenderung menonjolkan demokrasi kebebasan, dan ini tantangan yang harus
dileburkan sehingga pendidikan modern berakar karakter dapat dijalankan
dan diterima oleh berbagai komponen stakholder pembangunan di Aceh
secara khsusus dan Indonesia secara umum dalam menyongsong kurikulum
2013. Semoga!!!
sumber aslinya disini
Senin, 15 Juli 2013
Home »
pendukung Ptk
» PENDIDIKAN MODERN YANG BERAKAR KARAKTER MENYONGSONG KURIKULUM 2013