BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik,
peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system
pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik
apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta
didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan
melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan
itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkkungan masyarakat
dimana anak tersebut berada.
Dalam
kajian filosofisnya, peserta didik dipandang sebagai manusia seutuhnya,
dimana mereka dipandang manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam
pendidikan, hak-hak peserta didik haruslah lebih dikedepankan atau
diutamakan seperti hak mereka untuk mendapatkan pengetahuan yang sesuai
dengan keinginan mereka, hak mereka untuk mengembangkan potenti-potensi
yang ada pada mereka, dimana itu semua dalam rangka mempersiapkan mereka
menjadi manusia yang dewasa. Selain hak-hak tersebut, peserta didik
juga memiliki kewajiban yang harus mereka jalani. Sebagai
peserta didik juga harus memahami kewajiban, etika serta
melaksanakanya. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau
dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan perilaku,
adat kebiasaan yang harus di tati dan dilaksanakan oleh peserta didik
dalam proses belajar. Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan
pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan
pemahaman tentang aspek-aspek yang terdapat didalam diri peserta didik
terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak
mengetahui aspek-aspek tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta
didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga
mengenali potensi yang dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah dan agar pembahasan dalam makalah ini tetap
fokus terhadap kajian filosofis peserta didika, maka penulis akan
menentaukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa hakikat peserta didik itu?
2. Apa kewajiban dari peserta didik itu?
3. Bagaimana etika peserta didik?
4. Bagaimana etika peserta didik dalam dunia global?
C. Tujuan dan Keguanaan
1. Tujuan
Tuuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui hakikat dari peserta didik.
2) Untuk mengetahui kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilaksanakan sebagai peserta didik.
3) Untuk mengetahui etika yang harus dimiliki oleh peserta didik.
4) Untuk mengetahui etika yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam menghadapi dunia global.
2. Kegunaan
1) Memberikan masukan bagi siswa, guru, dan sekolah dalam mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik.
2) Menjadi salah satu sumber bahan bacaan pertimbangan serta bahan rujukan terhadap penelaahan tentang peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Peserta Didik
a. Pengertian peserta didik
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang
artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”[1].
Menurut
pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan
jenis pendidikan tertentu[2].
Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah
anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang
lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai
makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai
anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu.[3]
Anak
kandung adalah anak didik dalam lingkungan keluarga, murid/siswa adalah
anak didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah anak didik masyarakat
sekitarnya. Dalam proses pendidikan anak didik berdiri sebagai masukan
kasar, karena anak memasuki kancah pendidikan masih kosong, beum diolah,
belum diproses dalam sistem pendidikan atau latihan sebelumnya, dan
belum mempunyai bekal apa-apa, kecuali hanya pebawaan yang dibawa sejak
lahir atau potensi-potensi ini baru akan menjadi kemampuan-kemampuan
nyata setelah dikembangkan. adalah mengembangkan unsur-unsur yang ada
pada manusia. Misalnya untuk mengembangkan unsur raga diberikan
pendidikan jasmani, untuk unsur cipta ada pendidikan akal, untuk
mengembangkan unsur rasa ada pendidikan perasaan dan sebagainya.
Pendidikan untuk manusia muda yang ditinjau dari sikapnya, sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial, ada pendidikan individual dan
pendidikan sosial.
Dari
definisi-definisi yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa
peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik
secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan
potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik.
Pendidikan
merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta
didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu
diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap
kemungkinan peserta didik utuk di didik. Sesuai dengan fitrahnya manusia
adalah makhluk berbudaya, yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan
yang tidak mengetahui apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi
baik atau buruk.
b. Dasar-Dasar Kebutuhan Anak untuk Memperoleh Pendidikan
Secara
kodrati, anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa.
dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki oleh setiap anak yang hidup di dunia ini. allah SWT menciptakan
manusia dalam keadaan tidak mengetahui apa, sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah Al-Qur'an, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari peut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun......"
(Q.S. An-Nahl: 78). Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah melalui
pendidikan. Dalam hal ini, keharusan mendapatkan pendidikan itu jika
diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang
antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut[4]:
1. Aspek Paedagogis
Dalam aspek ini, para ahli tidak memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat didik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat didik, melainkan hanya dilatih secara dressur,
artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak
berubah. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik
dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang
dimilikinya.
2. Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologis, pada prinsipnya manusia adalah moscius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki garizah
(insting) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia
harus memiliki rasa tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam
mengembangkan hubungan timbal balik dan saling pengaruh mempengaruhi
antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka.
apabila
manusia sebagai makhluk sosial itu berkembang, maka berarti merupakan
makhluk yang berkebudayaan baik oral maupun material. Diantara satu
insting manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa
yang dimilikinya, termasuk kebudayaannya.
3. aspek Tauhid
Aspek tauhid ini ialah aspek pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, yang menurut istilah ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious
artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan dasar yang menyebabkan
manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama adalah di dalam
jiwa manusia terdapat insting yang disebut insting religious atau garizah diniyah (insting percaya pada agama). Itulah sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan insting religious atau garizah diniyah tersebut
tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian,
pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan insting religious atau garizah diniyah tersebut.
c. Perkembangan Anak Didik
Pendidikan
merupakan usaha yang sengaja untuk membantu perkembangan potensi dan
kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya. Pendidikan
ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan
tugas-tugas perkembangan yang dimiliki anak pada setiap periode, dimana
setiap periode perkembangan memiliki bahaya tersendiri, seperti yang
diungkapkan Elizabeth B. Hurlock, bahaya perkembangan pada salah satu
periode perkembangan anak ada pada akhir masa anak, yang salah satu
bahayanya yaitu bahaya psikis seperti bahaya emosi, bahaya sosial,
bahaya dalam konsep diri, bahaya moral, dan bahaya yang menyangkut moral[5].
Dari hal tersebut, maka sangat perlu diperhatika oleh para pendidik
agar dalam membimbing anak didik dapat membuat anak didik mengatasi
bahaya-bahaya dalam perkembangan mereka. Suatu perkembangan akan
menunjukan ciri-ciri khas sebagai berikut[6]:
1. Perkembangan
anak berlangsung dengan sendiirnya atas kekuatan dari dalam, karena di
dalam diri anak sudah tersedia potensi yang menunggu waktu untuk
berkembang.
2. Jalan
perkembangan itu sendiri tidak dapat dicapuri dengan mengubahnya. Usaha
untuk mengubah dan mencampuri perkembangan itu malahan menimbulkan
bahaya akan matinya potensi-potensi atau rusaknya hasil yang dituju.
3. Tingkat
perkembangan yang dicapai adalah suatu perpaduan kekuatan dari dalam
yang mendorong untuk berkembang dan situasi lingkungan yang mempengaruhi
jalan perkembangan .
B. Kewajiban Peserta Didik
Kewajiban
adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta
didik. Peserta didik mempunyai kewajiban, diantaranya yaitu menurut UU
RI No. 20 th 2003 Pasal 12 ayat 2[7]:
1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
2. Ikut
menanggung biaya pendidikan kecuali bagi yang dibebaskan dari kewajiban
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada
Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut
untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.
3. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran.
5. Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7. Belajar
ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya,
sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara
mendalam.
8. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik
C. Etika Peserta Didik
Etika
merupakan usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk
memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik[8]. Etika ialah ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan. Ini berarti bahwa etika membicarakan kesusilaan secara ilmiah[9].
Etika dalam menuntut ilmu harus dijaga dengan sebaik-baiknya oleh para
siswa agar dalam menuntut ilmu mendapatkan keridloan Allah SWT dan agar
ilmu yang didapatkan dapat membawa manfaat, baik bagi dirinya maupun
bagi orang lain. Oleh karena itu, peserta didik harus mampu memahami
etika yang harus dimilikinya, yaitu[10]:
1. Sebelum
memulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya
dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai
ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan
moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati,
zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat
yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan
angkuh.
2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta
didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum
ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan
dengan hati yang bersih.
2. Peserta
didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa
dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang
harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik,
berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa
cara yang baik.
5. Tawakkal,
maksudnya menyerahkan kepada tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah
akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seseorang muslim untuk mengatasi
urusannya.
D. Etika Peserta Didik Dalam dunia Global
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal
batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa
lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia . Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia” atau “mensejagat”,
yaitu dengan cepat menyebar keseluruh plosok dunia, baik berupa ide,
gagasan, data, informasi, dan sebagainya begitu disampaikan saat itu
pula diketahui oleh semua orang diseluruh dunia. Globalisasi selain
menghadirkan ruang positif namun juga terdapat sisi negativenya.
Globalisasi adalah merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan
dikontekskan pada keadaan yang ada pada masa kini[11].
Telah kita ketahui bersama bahwa globalisasi bisa
berdampak positif dalam melakukan perubahan yang lebih baik, namun
disisi lain mempunyai dampak negatif yang dapat menjadi boomerang bagi
dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Hal itu semua akan tergantung
bagaimana elemen-elemen yang sangat berpengaruh dalam pendidikan mampu
bersikap responsive dalam menghadapi arus globalisasi yang tidak bisa
kita hindari, artinya dalam menghadapi arus globalisasi ini kita tidak
akan pernah menemukan suatu penyelesaian dengan cara menghindari dan
berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh semua elemen diatas tadi dalam menghadapi arus globlisasi dalam dunia pendidikan.
Salah satu elemen tersebut, yang harus mampu mensikapi arus gloalisasi dengan bijak adalah peserta didik. Selain
tugas utama seorang siswa yaitu belajar, seorang siswa juga harus mampu
memilah dan memilih segala pengaruh yang masuk dalam dirinya, baik itu
pengaruh dari teman sebayanya, lingkungannya, maupun media masa. Dampak
dari pengaruh globalisasi terhadap siswa akan sangat mungkin berdampak
negativ dan menghancurkan dirinya jika tidak segera ditanggulangi.
Baik
pengaruh positif maupun negatif dari globalisasi akan sangat terlihat
jelas bagi siswa dalam perilaku dan tingkah lakunya sehari-hari. Hal itu
dikarenakan mereka masih dalam masa-masa labil, dan masa-masa dimana
selalu ingin mencoba sesuatu hal yang dianggap baru. Hal ini yang perlu diperhatikan bagi orang-rang dewasa yang ada disekitarnya. Akses
internet yang terbuka seluas-luasnya akan berdampak buruk bagi siswa
jika digunakan untuk mengakses video porno, maupun gambar-gambar lainnya
yang tidak sepantasnya mereka akses. Namun akan sangat baik jika akses
interet digunakan oleh mereka untuk mencari informasi dan pengetahuan
sebanyak-banyaknya karena dunia ini akan terasa sempit melaui dunia
maya.
Dua
hal yang saling kontradiktif namun sangat dekat sekali, sehingga tidak
jarang yang menyalahgunkan dalam pemanfaatan kemajuan teknologi bagi
siswa. Maka dari itu tiga unsur dasar bagi siswa, yaitu intelektual,
emosional, dan moral sangat penting untuk mereka miliki.Intelektual
murid harus luas, agar ia bisa menghadapi arus globalisasi dan tidak
ketinggalan zaman, apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi
emosional dan spiritual siswa juga harus terdidik dengn baik, agar bisa
melahirkan perilaku yang baik dan bisa bertahan diantara pengaruh demoralisasi di era globalisasi dengan prinsip spiritualnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peserta
didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara
fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan
potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik. Pendidikan
merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta
didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu
diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap
kemungkinan peserta didik utuk di didik.
Kewajiban peserta didik adalah belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorub kepada
Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut
untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang
tercelamenjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dankeberhasilan pendidikan, Bersikap tawadhu’
(rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya dan jangan pernah meremehkan suatu ilmu yang
telah diberikan.
Etika
yang senantiasa dijalankan pada peserta didik hendaknya senantiasa
membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, tujuan belajar hendaknya
ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan, memiliki
kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat,
wajib menghormati pendidiknya dan peserta didik hendaknya belajar secara
sungguh-sungguh dan tabah.
B. Saran
Bagi
peserta didik harus senantiasa menjalankan kewajiban-kewajiban dan
etika-etika yang ada dalam menuntut ilmu, supaya dalam menuntut ilmu
mendapatkan kemudahan dan dapat tercapai apa tujuan dari peserta didik
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan, Hamdani. 1998. Filsafat Pendidikan Isla. Bandung: Pustaka Setia
Ahmadi, Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
B. Hurloc, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
H. Devos. 1969. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara wacana Yogya
Suseno,Frans Magnis. 1985. Etika dasar. Jakarta: Kanisius
Al-Qusyairi, Syarif. 2009. Kamus Akbar Arab-Indonesia. Surabaya: Giri Utama
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional